Jakarta, NU Online
Elemen Nahdlatul Ulama (NU) diminta menjadi menjadi pionir dalam membangun badan-badan usaha milik petani (BUMP). Badan usaha ini lebih memungkinkan untuk membuka trobosan baru dalam meningkatkan keuntungan petani.
Hal tersebut mengemuka dalam Dialog Publik “Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi yang Memberdayakan Petani, Produsen dan Ketahanan Pangan Nasional” yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) di Jakarta, Rabu (28/6).
<>Deputi Menteri Negara BUMN RI yang juga wakil ketua LPNU Agus Pakpahan dalam sambutannya menyatakan, NU mempunyai modal sosial yang sangat besar dan dapat menjadi kekuatan penting untuk meningkatkan taraf hidup petani. Salah satu modal sosial terpenting NU adalah semangat gotong-royong yang masih sangat kuat.
“Selama ini kita tidak menghitung social capital sebagai bagian dari modal yang sebenarnya. Semangat gotong royong sebagai modal sosial NU dapat menjadi modal penting untuk membangun BUMP. Para petani nantinya tidak akan berkerja sendiri,” kata Agus Pakpahan.
Berbagai teknologi baru di dunia pertanian, lanjut Agus, dapat diterapkan hanya ketika telah ada organisasi-organisasi pertanian. Dalam hal penanaman jagung, misalnya, ada teknologi baru yang saat ini dikembangkan di Institut pertanian Bogor (IPB) bernama “teknologi kendi” sebagai ganti dari sistem irigasi biasa dan menjajikan keuntungan sampai dua kali lipat.
“Dengan pendekatan korporasi sebenarnya petani akan hidup lagi dan uang-uang akan mengucur ke desa-desa. Dengan pola ini sebenarnya kita tidak perlu subsidi karena untungan sudah kita ambil dari margin yang selama ini menyempit,” kata Agus.
Dalam kesempatan yang sama, Manager Pengembangan Pasar PT Pupuk Sriwijaja Ir. Subhan mengatakan, BUMP atau dalam bentuk paling sederhana sebagai kelompok tani dapat menjadi solusi dalam mengatasi kerumitan distribusi pupuk bersubsidi saat ini. Kelompok-kelompok tani dapat menyalurkan pupuk kepada para anggotanya dengan menyertakan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
“Sistim distribusi pupuk bersubsisdi saat ini masih terbuka yakni setelah dari gudang pengecer ke orang-perorang sehingga banyak kemungkinan kecurangan di sini. Nah kalau kita memakai sistem tertutup mestinya dari pengecer pupuk akan diambil oleh kelompok-kelompok tani ini dengan harga pupuk bersubsidi yang telah ditetapkan (HET),” kata Subhan. (nam)