Warta

NU Perlu Merumuskan Politik Kebudayaan

Selasa, 29 November 2005 | 12:10 WIB

Jakarta, NU Online
Saat ini bangsa Indonesia berada dalam situasi kebudayaan yang sangat buruk, tidak hanya sangat lemah dari segi moral, tetapi juga sangat rendah dari tarap kreativitasnya, akibatnya kebanggaan sebagai sebuah bangsa hilang. Sementara merosotnya moralitas itu menjadikan bangsa ini penuh dengan penyimpangan, korupsi dilakukan hampir setiap kelompok, kebenaran tidak diperlukan lagi, apalagi kejujuran, orang hormat pada orang dermawan walupun ia perampok.

Melihat kenyataan itu sebagai lembaga keagamaan yang concern pada persoalan moral, dan sekaligus peduli untuk membangun bangsa ini maka seharusnya NU mampu melakukan kritiki kebudayaan, bahwa kebudayaan yang ada tidak bisa dipertahankan, karena itu perlu kebudayaan baru, yang lebih menjamin kesejahteraan, dan martabat bangsa ini. Karena itu NU perlu merumuskan politik kebudayaan, sebagai pegangan dalam mengerakkan organisasi dan sebagai lengkah untuk memperbaiki kehidupan bangsa ini secara menyeluruh. Demikian pokok pikiran yang dirumuskan dalam diskusi yang diselenggarakan LTNU beberapa waktu yang lalu.

<>

Aktif dalam diskusi tersebut antara lain H Masduki Baidlowi dari komisi X DPR-RI yang mebidangi masalah kebudayaan, Drs. Enceng Shobirin, dari LP3ES, Dinaldo dari Lesbumi, Sides Sudaryanto, serta Binhat Nurrahmat. Diskusi yang dipandu Abdul Mun’im DZ itu, mencari berbagai kemungkinan dalam upaya merumuskan konsep politik kebudayaan yang dimaksud, mulai penentuan pokok bahasan, pencarian rujukan, pemilihan strategi serta langkah sosialisasinya.

Politik kebudayaan itu menurut Enceng Shobirin, tidak hanya dibutuhkan NU dalam melakukan aktivitas politik, ataupun melakukan aktivitas bidang seni budaya, tetapi juga sangat dibutuhkan sebagai arah dalam melakukan aktivitas sosial bahkan keagamaan, seperti melakukan dakwah dan pengembangan pemikiran Islam, dan termasuk diperlukan dalam penerapan ajaran agama, yakni bagaiamana NU beragama secara budaya. Politik kebudyaan itulah yang merupakan garis besar haluan NU.

“Kalau NU berhasil merumuskan politik kebudyaan yang matang dan mendalam” menurut Masduki Baidlowi “maka sesunguhnya NU telah berhasil memberikan kontribusi pada bangsa ini dalam menentukan masa depannya. Sebab hingga saat ini belum ada komunitas yang berusaha merumuskan politik kebudayaan dengan sungguh-sungguh, yang ada baru merumuskan budaya politik, yakni bagaimana menjalankan sistem politik yang mampu merebut atau mempertahankan kekuasaan, sementara politik kebudayaan adalah sebuah agenda besar bagaimana mambanagun bangsa ini secara keseluruhan dan mendasar.

Sementara itu M Dienaldo menilai bahwa dengan adanya rumusan politik kebudayaan yang tepat, diharapkan gerak perjuangan NU akan lebih terarah dan akan lebih strategis dalam melakukan terobosan, menghadapi kebekuan social dan budaya yang terjadi saat ini. Bahkan lebih lanjut Sekjen Lesbumi itu mengatakan, sebenarnya saat ini NU telah memiliki politik kebudyaan, tetapi berjalan secara alami, maka hal itu yang perlu dirumuskan lebih tegas, sehingga lebih memberikan daya dorong pada aktivias NU secara keseluruhan.

Untuk merumuskan politik kebudyaan itu, menurut penyair Binhad Nurrahmat, harus diperjelas bagaimana NU menempatkan tradisi dan sejarah. Kalau NU merupakan penerus gerakan Walisongo, maka sebenarnya Walisongo merupakn kelanjutan dari sejarah kerajaan Nusantara. Tradisi Nusantara itulah yang diislamisasi oleh Walisongo, dan dengan tradisi Nusantara itulah Islam dipribumisasi oleh para wali.

Maka di situlah wali menempatkan sejarahnya sebagai kontinuitas dari zaman sebelumnya. Bila hal itu dimasukkan dalam politik kebudayaan NU maka NU telah melakukan usaha mempersambungkan kembali sejarah nasional yang diputus oleh kolonial, dan dilanjutkan oleh para modernis, bahwa kita tidak ada hubungannya dengan masa lalu Nusantara, ini berbeda dengan pandangan NU.

Mengingat besarnya tema yang harus digarap, maka menurut ketua LTN, diskusi serial tersebut masih akan terus dilanjutkan, bahkan akan melibatkan seluruh komponen NU yang lebih luas. Persoalan ini menunjukkan urgensinya ketika benturan kebudayaan antar bangsa, terutama dengan semakin gencarnya gerakan imperialis yang mulai sengit bertarung di sini, di mana masing-masing komunitas, termasuk NU mesti merumuskan posisinya.(nam)


Terkait