Warta

Para Jenderal, Kalangan DPR dan Ormas Khawatir Aceh Merdeka 2006

Kamis, 15 September 2005 | 10:36 WIB

Jakarta, NU Online

Para jenderal purnawirawan, sejumlah anggota DPR dan Ormas menilai kesepakatan yang tertuang dalam MoU Pemerintah RI-GAM sangat berbahaya karena akan menjadi pintu masuk bagi kemerdekaan Aceh. Mereka khawatir Aceh akan menikmati kemerdekaanya pada akhir 2006 nanti.

<>

Demikian dalam pertemuan Keluarga Besar Anggota TNI dan Polri dengan para anggota DPR, Ormas, dan elemen masyarakat lainnya di Hotel Hilton, Jakarta, Selasa (13/9) lalu. Karenanya mereka mendesak agar pemerintah membatalkan kesepakatan itu dan menyerukan kepada masyarakat dan mahasiswa untuk menolaknya.

Hadir dalam pertemuan itu antara lain Mantan Wakasad Letjen (Pur) TNI Kiki Syahnakri, mantan Pangkostrad Bibit Waluyo, mantan Kabakin Mutojib, mantan Wakil Pangab Fachrur Rozi, mantan Pangdam Jaya Surjadi Sudirdja.

Dari kalangan DPR hadir diantaranya Mayjen Afifuddin Taif dan Yuddi Chrisnandi dari F-PG, Theo Syafei dari F-PDIP, AS Hikam dan Effendi Choiri dari FKB, dan Andi Galib dari F-PPP. Sementara dari dari kalangan Ormas terlihat Rosita Noor dari LSM Kesatuan Bangsa, Arifin Hakim dari Pemuda Nahdlatul Ulama, dan Sayid Mulyadi dari FKPI.

Pertemuan dan diskusi yang dipimpin oleh Kiki Syahnakri itu mengungkap bahwa Aceh Motitoring Mission (AMM) sudah mulai menampakkan kekkuasaannya di Aceh. Seperti diberitakan di situs ini kemarin AMM sendiri bermasalah karena beberapa aktivis politik AS telah diselundupkan dalam di dalamnya. Namun para tokoh dan aktivis yang hadir dalam pertemuan itu menyatakan AMM sendiri sudah sangat berbahaya meski sesuai dengan persyaratan yakni hanya terdiri dari Tim Uni Eropa.

Tokoh LSM Rosita Noor mengatakan, dalam persoalan Aceh kedaulatan RI sudah dikangkangi oleh Uni Eropa. ”Arogansi itu semakin kelihatan dalam peraturan pemusnahan senjata yang hanya dilakukan bersama pihak GAM, tidak melibatkan TNI dan pemerintah Indonesia,” katanya.

Mantan Kabais Marsydya TNI Ian Santoso mencemaskan Aceh segera lepas dari Indonesia seperti dialami Timor Timur. Pak Ian (panggilan akrab Ian Santoso) yakin kesepakatan Helsinki itu sudah berarti kemenangan GAM. Jika tidak segera bertindak, ia memastikan pada 2006 aceh akan menikmati kemerdekaannya dan ini didukung penuh oleh Uni Eropa.

Dalam kesempatan itu Pak Ian juga menambahkan, berdasarkan kaca mata intelejen Indonesia sudah tidak lagi memiliki daya karena begitu besarnya tekanan dari pihak internasional untuk memfederalkan Indonesia melalui globalisasi yang identik dengan internasionalisasi. Melalui globalisasi itu Indonesia juga diserang dengan persoalan HAM, demokrasi liberal dan lingklingan hidup. Indonesia semakin tidak berdaya.
 
”Fenomena ini sudah saya sampaikan jauh-jauh hari, tetapi tidak ditanggapi. Akibatnya muncullah reformasi yang yang menghancurkan seluruh tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Pak Ian. Menurutnya, setelah Indonesia benar-benar dilumpuhkan dari dari segala sisi, salah satu titik barat Indonesia yakni Aceh telah dikuasi melalui MoU Helsinki. Sementara itu bagian timur Indonesia akan bernasib sama seperti Aceh setelah 2006.

Mantan Pangkostrad Bibit Waluyo menegaskan, pemerintah pemerintah harus membatalkan MoU Helsinki dan jangan sampai memberi waktu kepada GAM untuk konsolidasi. ”Kalau mendapatkan kesempatan untuk konsolidasi selama dua bulan, GAM akan semakin kuat,” kata petinggi TNI yang mengaku telah menjalani masa pensiun selama satu tahun. Dikatakannya, kalau saja dia sebagai Panglima TNI saat perundingan berjalan, kesepakatan yang sangat berbahaya itu tidak akan pernah terjadi.

Pertemuan dan dikusi itu juga menghimbau agar pemerintah dan DPR betul-betul mewaspadai UU tentang Pemerintah Aceh yang paling lambat harus disahkan pada 18 maret 2006 nanti. (plt/anm)


Terkait