Surabaya, NU Online
Ketua Umum PBNU KHA Hasyim Muzadi mendesak pemerintah untuk mencegah masuknya ideologi transnasional ke Indonesia, baik ideologi transnasional dari Barat maupun dari Timur.
"Almarhum Pak Ud (sapaan pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, KHM Yusuf Hasyim) pernah meminta saya untuk memotong masuknya ideologi transnasional itu, karena sama-sama merusak NU dan Indonesia," ujarnya di Surabaya, Minggu.
<>Ia mengemukakan hal itu saat berpidato dalam peringatan 100 hari wafatnya KHM Yusuf Hasyim di kantor PWNU Jatim yang dihadiri Ir KH Solahuddin Wahid (pengasuh Tebuireng), KH Tholchah Hasan (mantan Menag), dan Slamet Effendy Yusuf (Golkar/mantan Ketua Umum PP Ansor).
Menurut Hasyim yang juga pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam, Malang, Jawa Timur itu, pemerintah harus ’memotong’ masuknya ideologi transnasional itu, sebab liberalisme dari Barat maupun Islam ideologis dari Timur sama-sama merusak.
"Pemerintah harus menggunakan Pancasila sebagai ideologi yang membatasi masuknya ideologi transnasional itu, sedang saya sudah berupaya memenuhi ’wasiat’ Pak Ud dengan berkeliling ke Barat dan Timur," tegasnya.
Mantan Ketua PWNU Jatim itu menyatakan dirinya telah berkunjung ke Amerika, Eropa, Timur Tengah, dan sebagainya untuk mengkampanyekan NU sebagai ideologi alternatif seperti yang telah dilakukan pendiri NU.
"Pendiri NU seperti ayahanda Pak Ud merupakan pengekspor ideologi, bukan pengimpor ideologi. Saya merupakan pemimpin Islam yang pertama kali datang ke ’ground zerro’ di New York, AS (lokasi pengeboman WTC pada 9-11-2001) untuk menolak ’kekerasan’ dari Islam ideologis," paparnya.
Namun, katanya, dirinya juga datang ke Irak, Iran, dan Palestina untuk menolak ’kekerasan’ dari liberalisme ala Barat yang menancapkan ’penjajahan’ cukup lama di Timur Tengah.
"Saya datang ke Irak, Iran, dan Palestina untuk mendamaikan mereka. Mereka selama ini hanya menjadi ’jangkrik’ (hewan aduan) yang diadu domba intelijen asing, agar ’penjajah’ dapat menang secara gratis," ungkapnya.
Di luar kunjungan ke Barat dan Timur itu, katanya, dirinya juga ingin mengkampanyekan Islam ala NU kepada dunia bahwa NU melihat Islam adalah agama, bukan ideologi, karena itu apa yang terjadi di Timur Tengah selama ini bukan Islam sebagai agama, tapi ideologi Islam.
"Ideologi Islam di Timur Tengah antara lain Ikhwanul Muslimin, Majelis Mujahidin, Al-Qaeda, dan sebagainya, tapi ideologi Islam itu bukan Islam, karena Islam sebagai agama bukan bersifat gerakan kepentingan, apalagi politis," ucapnya.
Ia menambahkan dirinya juga mencoba melakukan pertemuan ulama-ulama muslim se-dunia dengan berbagai konferensi Islam internasional di Indonesia. "Alhamdulillah, apa yang dilakukan NU mendapat sambutan antusias, karena terbukti 85 persen muslim dunia setuju dengan sikap-sikap NU yang tawassuth dan tasammuh (di tengah-tengah, adil, dan konsisten), kecuali 15 persen yang masih idelogis," ungkapnya.
Peringatan 100 hari wafatnya Pak Ud di kantor PWNU Jatim itu antara lain dihadiri KH Tholchah Hasan (mantan Menag), Slamet Effendy Yusuf (politisi Golkar/mantan Ketua Umum PP Ansor), Imam Nahrawi (PKB Jatim), Farid Al-Fauzy (PPP Jatim), dan KHM Masduqi Mahfudz (NU).
Acara yang diawali dengan bacaan tahlil itu dimarakkan dengan penyerahkan buku dari pengasuh Pesantren Tebuireng Ir KH Solahuddin Wahid (Gus Solah) kepada isteri Pak Ud yakni Nyai Hj Bariyah Yusuf Hasyim serta pembacaan puisi tentang kenangan terhadap Pak Ud oleh Fairuz Febiyanda (cucu pertama Pak Ud) dan Taufik Ismail (budayawan nasional). (ant/eko)