Warta

Muslimat NU Perlu Belajar Pahami Khilafiyah

Rabu, 25 April 2007 | 06:35 WIB

Mojokerto, NU Online
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), Khofifah Indar Parawansa, meminta agar semua jajaran pengurus dan anggotanya, belajar dan memahami tentang khilafiyah (perbedaan pandangan dalam agama) yang sekarang ini sering terjadi. Menurutnya, hal itu karena belakangan persoalan tersebut semakin meruncing.

“Belakangan ini, kerap muncul persoalan khilafiyah dan ini adalah bukan persoalan yang biasa, harus segera diatasi. Bahkan persoalan ini tak hanya di Indonesia, praktek yang sama juga dapat ditemui di negara-negara Islam yang lain di dunia,” kata Khofifah saat memberikan ceramah agama dalam rangka Harlah Muslimat NU ke-61 yang digelar PC Muslimat NU Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Senin (23/4) lalu.

<>

Karena itu, kata Khofifah, perbedaan pendapat, paham, atau apapun bentuknya, perlu disikapi secara bijak sebab bagaimana pun, perbedaan memiliki sisi positif maupun negatif. “Akan bernilai positif bilamana perbedaan itu dianggap sebagai rahmat hingga bisa memperkaya perspektif umat dalam melihat suatu permasalahan,” ujarnya.

Namun, jika perbedaan itu justru memicu persaingan dan perselisihan, hal ini akan menimbulkan keresahan di kalangan umat. “Oleh karena itu, Muslimat NU harus dapat memahami khilafiyah itu secara bijaksana. Sehingga, Muslimat NU tetap berkiprah dalam perjuangannya,” jelasnya.

Menurutnya, meski sekarang ini banyak pihak yang menawarkan pahamnya dan menimbulkan adanya benturan, maka benturan itulah yang harus dihindari. “Jadikan perbedaan itu menjadi rahmat bagi umat, bukan petaka yang saling menjatuhkan. Hanya mungkin, yang terjadi sekarang ini warna politiknya yang lebih kentara dan menonjol,” kata Khofifah.

Meski demikian, saling menghargai perbedaan bukan berarti kebebasan berpendapat tanpa batas. “Perbedaan pendapat yang dapat ditolerir adalah perbedaan pendapat yang masih dalam koridor faham Ahlusunnah Wal Jamaah. Kalau yang terjadi di luar itu bukan perbedaan, tapi penyimpangan,” terangnya.

Sementara, Ketua Pimpinan Cabang Muslimat NU Kabupaten Mojokerto Khotidjah Tahmid, mengatakan, sekarang muncul kecenderungan bahwa ukhuwah Islamiyah diidentikkan dengan penyeragaman paham keislaman. “Bahkan ada yang cenderung untuk membesar-besarkan masalah kecil dan memicu konflik dari hal-hal yang tidak prinsipil,” katanya.

Menurutnya, perbedaan pendapat merupakan hal yang harus diarahkan dengan baik. “Sayangnya, di balik perbedaan pendapat itu justru sangat berlebihan. Bahkan hanya sedikit perhatian mereka terhadap pembangunan negara yang berasaskan pancasila ini,” pungkasnya. (duta)