Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) didesak untuk meningkatkan perhatian terhadap penguatan basis di kalangan profesional. Pasalnya sejauh ini perhatian NU terhadap kelas menengah terdidik tersebut cukup lemah.
Demikian wacana yang mengemuka dalam Dikusi Informal dan Buka Puasa Bersama PBNU dengan para pakar dan akademisi NU di lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berlangsung di Rumah Makan Taman Palem, Jalan Pajajaran, Kota Bogor, Sabtu (6/10) lalu. Tema yang diangkat adalah “Menggagas Nahdlatul Ulama sebagai Organisasi Massa Islam Tradisional Terbesar yang Kokoh dan Modern.”<>
Dikatakan, akibat kurang perhatian itu tidak banyak akademisi di kampus umum wajar jika jarang yang merasa sebagai Nahdliyin dan peduli terhadap perkembangan jam’iyah NU. Sehingga sampai sejauh ini kekuatan NU cenderung berkutat di basis konvensional semisal pesantren, perguruan tinggi agama (UIN/IAIN) dan pedesaan.
Kegiatan itu dihadiri 10 orang pakar dan profesional NU. Dari PBNU hadir Ketua PBNU KH Masdar Farid Mas’udi MA, pengurus PBNU Ir Sadar Subagyo, dan mantan pejabat Bulog M Amin.
Sedangkan dari kalangan akademisi Nahdliyin IPB, hadir Dekan Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB yang juga Guru Besar Ilmu Statistik Prof Dr Ir H Khairil Anwar Notodiputro MS, mantan Dekan Fakultas Kehutanan yang juga Guru Besar Ekologi dan Silvikultur Mangrove Prof Dr Ir H Cecep Kusmana MS, Ketua Komisi B Senat Akademik (SA) Prof Dr Iding M Padlinurjaji, dan Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) Prof Dr Ir Djumali Mangunwidjadja.
Hadir pula Direktur Recognition and Recognition Program (RAMP) IPB Dr Ir Aji Hermawan MM, praktisi bisnis yang juga mahasiswa Program Doktor EPN IPB Ir Ifan Haryanto M.Sc, dan Pengurus Forum Mahasiswa Pascasarjana (Forum WACANA) IPB yang juga Ketua Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) SPs IPB Ahmad Fahir.
Prof Dr Cecep Kusmana mengatakan, sebetulnya NU memiliki potensi yang melimpah. Hanya saja potensi yang dimiliki belum digarap dengan baik, sehingga NU terkesan tertinggal oleh Ormas Islam lain semisal Muhammadiyah.
“Potensi yang dimiliki NU cukup besar. Namun perhatian untuk mengelola potensi yang dimiliki masih lemah, sehingga dalam hal SDM misalnya kita tertinggal oleh yang lain. Kita juga jarang memperhatikan akademisi-akademisi di kampus umum,” tegas pria yang berasal dari keluarga “ajeungan” di Sumedang, Jawa Barat ini.
Sementara itu Prof Djumali Mangunwidjadja menyayangkan akan lemahnya perhatian NU terhadap pembinaan potensi Nahdliyin di kampus umum. Kalau diinventarisir, sebetulnya potensi NU di kampus umum semisal IPB, cukup besar. Mereka juga banyak tersebar di berbagai disiplin ilmu. Namun besarnya potensi yang ada belum dapat membawa dampak positif (keberkahan) bagi NU, karena belum dikelola secara optimal.
“Di kampus-kampus umum saya lihat sebetulnya potensi NU cukup baik. Tetapi karena kurang dikelola secara optimal, tidak banyak akademisi atau pakar di kampus umum yang peduli terhadap NU,” ujar Djumali yang juga menjabat sebagai anggota Senat Akademik IPB.(kmnu-ipb)