Warta

PBNU Kantongi Nama Aktor Intelektual di Balik Kasus Santet Banyuwangi

Jumat, 9 November 2007 | 09:31 WIB

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan siap mengangkat kembali upaya pengungkapan misteri kasus pembantaian akibat isu dukun santet di Banyuwangi, Jawa Timur, pada 1998 silam. Organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia itu pun sudah mengantongi nama-nama yang ditengarai kuat sebagai aktor intelektual di balik kasus yang memakan 116 korban warga sipil tak berdosa itu.

“Dari hasil investigasi kami, kesimpulannya, kasus tersebut ada yang mendesain (merancang), ada yang mendanai. Dan kami sudah dapatkan nama-namanya,” kata Ketua PBNU KH Said Aqil Siroj. Ia menyampaikan hal itu kepada wartawan saat menerima 3 keluarga korban kasus pembantaian tersebut di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Jumat (9/11)<>

Namun demikian, Kang Said—demikian panggilan akrabnya—tak mau menyebutkan nama-nama yang dimaksud, termasuk identitas lainnya. Bahkan, jumlah nama-nama aktor intelektual tersebut tak ia sebutkan. Menurutnya, hal itu merupakan kewenangan aparat berwajib.

“Yang pasti, kasus itu tidak melulu karena isu dukun santet. Tapi, sepengetahuan saya, tidak ada keterlibatan partai politik tertentu dalam kasus itu,” ungkap mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) itu.

Ia membenarkan bahwa Banyuwangi memang dikenal sebagai kota yang identik dengan dukun santet. Setiap tahunnya, katanya, di kota itu selalu muncul isu dukun santet. Namun, lanjutnya, untuk kasus pembantaian yang diikuti isu ‘ninja’ itu sangat tidak wajar. “Tidak mungkin kriminal biasa,” tandasnya.

Secara umum, ia menerangkan bahwa kasus yang korbannya sebagian besar warga Nahdliyin (sebutan untuk warga NU) itu dapat dikenali ciri-ciri atau modus operandinya. “Penyerangnya orang luar (Banyuwangi). Sebelum mereka masuk dan menyerang tempat sasaran, listrik pasti dimatikan,” jelasnya.

Selain itu, tambahnya, para penyerang yang belakangan diidentifikasi selalu memakai penutup kepala dengan mata terbuka ala ninja itu memiliki ilmu bela diri. Namun, ujarnya, ilmu bela diri yang dimaksud bukan ilmu bela diri khas Jawa.

“Ada yang namanya Kiai Nasihin. Beliau ahli bela diri, ahli silat. Beliau mengaku pernah berduel dengan ‘ninja’ itu. Katanya, para ninja itu menggunakan ilmu silat yang bukan silat khas Jawa Timur,” urai mantan anggota Tim Pencari Fakta yang secara khusus dibentuk oleh PBNU untuk kasus tersebut.

Ia bersama Mustofa Zuhad Mughni (Ketua PBNU) dan Rozy Munir (sekarang Dubes Qatar) dalam tim pencari fakta tersebut, hanya bertugas mencari fakta yang ditemukan di lapangan. Selanjutnya, hasil dari pencarian fakta itu urusan pihak berwenang, yakni kepolisian. (rif)