Warta

PBNU: Karya Intelektual Kita Tidak Membumi

Selasa, 5 April 2011 | 07:03 WIB

Jakarta, NU Online
Bukan main, 15 karya  intelektual anak bangsa ini dan 11 dari hasil penelitian pangan dan pertanian itu setara dengan 73,33 persen. Sungguh prosentase yang menunjukkan betapa spektakulernya semangat, dan kreatifitas intelektual. Tapi, sayang karya itu akhirnya terdeteksi hanya  elitis dan tidak pernah membumi.
 
“Sayang sekali belakangan terdeteksi  bahwa kebanggaan intelektual tersebut ternyata hanyalah kebanggaan menara gading, kebanggaan yang teramat elitis dan nyaris tidak pernah membumi, bak isapan jempol. Tidak pernah membumi,” tutur Ketua PBNU Mochammad Maksum Machfoedz di Jakarta, Selasa (5/4).&l<>t;br />
Guru Besar TIP FTP dan Peneliti pada PSPK UGM Yogyakarta ini beberapa waktu lalu  sebagai anggota penilai pada penelitian tersebut, dan beliau merasa cukup bangga bahwa sebagai kader NU sekaligus pengamat pembangunan pertanian, beberapa bulan lalu berkesempatan bergabung sebagai anggota panel penilai karya intelektual untuk kepentingan penganugerahan Karya Intelektual Luar Biasa.

Suatu awards yang sangat presitisius dan diprogramkan atas kerjasama Kemendiknas,Kemenristek, Kemendag, Kemenhukham dan Kementan.

Lebih membanggakan lagi ketika Panel Penilia memutuskan 15 pemenang, yang sebelas diantaranya sangat erat berkait dengan bidang pangan dan pertanian meliputi karya pemuliaan, pengembangan teknologi, dan kreatifitas intelektual. Bukan main, angka sebelas ini setara dengan 73,33 persen. Sungguh prosentase yang menunjukkan betapa spektakulernya semangat, dan kreatifitas intelektual.

Namun, sayang sekali kata Maksum Machfoedz, belakangan terdeteksi  bahwa kebanggaan intelektual tersebut ternyata hanyalah kebanggaan menara gahing, kebanggaan yang teramat elitis dan nyaris tidak pernah membumi, bak isapan jempol. Tidak pernah membumi.

Buktinya, beragam karya intelektual anak-anak bangsa terbaik ini nyaris tidak pernah mensejahterakan rakyat jelata pada tingkat basis. Dalam bahasa NU, meski tidak semuanya, kebanyakan karya intelektual bangsa ini tidak mampu menjanjikan Rahmatan li al-Alamin, tidak menyebar berkah bagi ummat bangsa.

Gambaran yang disampaikan tentu sangat ironis. Banyak sekali karya intelektual. Banyak juga paket penelitian, sampai yang mutakhir diluncurkannya sejumlah Penelitian Hibah Kompetisi dengan segala kategorinya, dan Penelitian Strategis Nasional.

Banyak juga ragamnya, mulai penelitian dasar sampai terapan, dari pertanian sampai kedirgantaraan. Secara kelembagaan, ironi ini lebih terasa karena lembaga penelitian dan karya intelektualnya  sungguh berserakan di seluruh Kementerian, Perguruan Tinggi, lembaga negara lainnya, serta tidak kurang jumlahnya adalah lembaga-lembaga swasta dan non pemerintah. Itu pun masih pula ditambah dengan adanya Kemenristek RI.

Semua itu ternyata masih amburadhul, tidak mampu membumikan karya intelektual ke tingkat basis guna mensejahterakan warga bangsanya.(amf)


Terkait