Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menyatakan, jabatan di Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) saat ini tidak diminati orang. Pasalnya, lembaga pemberantasan korupsi tersebut hingga kini tidak cukup memadai untuk mewujudkan gerakan antikorupsi.
“Saya sangat mengerti, bahkan menghargai ketidaksiapan mayoritas pimpinan KPK untuk mendaftarkan diri sebagai pimpinan KPK periode yang akan datang. Saya tahu mereka orang-orang baik dan bersih, namun berada pada posisi KPK yang tidak memadai sebagai realisasi konkret dari gerakan antikorupsi,” ungkap Hasyim di Jakarta, Ahad (24/6).<>
Menurutnya, posisi KPK hingga kini masih terasa menjadi bagian dari kekuasaan. Buktinya, hingga kini KPK baru berhasil menyeret koruptor kecil atau orang-orang tertentu saja. Hal itulah, yang membuat orang tak berminat menjabat ketua KPK. ”Apalagi kabarnya periode sekarang seleksi dilakukan seorang Menteri,” tuturnya.
Dengan penyeleksi dari unsur menteri, katanya, aroma bagian dari kekuasaan KPK semakin kental. Hal itu, katanya, akan membuat pemberantasan korupsi di Indonesia akan semakin jauh dari yang dicita-citakan selama ini.
Hasyim menegaskan, jika ingin pemberantasan korupsi di Indonesia berjalan maksimal, maka pola yang diterapkan selama ini harus dirombak total, yaitu dimulai dengan pengkondisian yang diawali dengan kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil dan TNI. ”Penataan kembali birokrasi, law arrangement, dan konsensus nasional lintas lembaga negara,” paparnya.
Selain itu, tambahnya, Presiden harus tampil langsung sebagai pemimpin dalam gerakan pemberantasan korupsi. Setelah itu, katanya, disusul dengan represi menyeluruh dengan pendekatan top down (dari atas ke bawah) bukan bottom up (dari bawah ke atas).
“Jadim kepemimpinan langsung di tangan Presiden dengan keteladanan. Represi menyeluruh dengan pendekatan top down bukan bottom up. Hal inilah yang menyemangati gerakan moral antikorupsi dari NU dan Muhammadiyah tempo hari,” pungkas Hasyim. (rif)