Warta

Pemerintah Diminta Tegas Soal Ahmadiyah

Rabu, 7 September 2005 | 09:19 WIB

Jakarta, NU Online
Pemerintah diminta melakukan pemilahan secara tegas antara ajaran Islam dengan ajaran Ahmadiyah sehingga tidak ada lagi kegelisahan ditengah masyarakat. Selain itu kepada pimpinan Ormas, Ulama, Mubaligh dan tokoh masyarakat diminta kearifannya untuk melakukan penyadaran (dakwah bil khair) tanpa aksi-aksi kekerasan.

Demikian salah satu butir kesimpulan yang dihasilkan dari Halaqoh Nasional Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, dengan tema Mencari Solusi Problem Ahmadiyah, di Gedung PBNU, Rabu, (7/9). Selanjutnya hasil-hasil Halaqoh tersebut akan dijadikan masukan dalam rapat pleno PBNU yang akan dilangsungkan 9-11 September 2005 di Bogor Jawa Barat.

<>

Hadir dalam kesempatan tersebut Rais Syuriah PBNU, KH.Maghfur Usman,  H.Sution Muchlas Aji, Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel), H. Ahmad Hariadi (Mantan Mubaligh Ahmadiyah) dan  Hasan Bin Mahmud (Mantan Mubaligh Ahmadiyah Internasional), serta utusan dari Depag, para aktivis dari Ormas NU, Muhammadiyah, Ahmadiyah dan ormas lainnya.

Ketegasan sikap pemerintah itu dipandang perlu untuk dijadikan acuan dan dasar hukum agar tidak terjadi gejolak di masyarakat akibat kesalahpahaman yang meresahkan keyakinan umat beragama. Dalam hal ini sikap yang dilakukan MUI terkait ajaran Ahmadiyah dirasa perlu dijadikan acuan.

Menurut Rais Syuriah PBNU KH Maghfur Usman yang menjadi salah satu pembicara menyatakan, fatwa MUI yang menyebut Ahmadiyah menyimpang dari ajaran Islam merupakan bentuk pemenuhan tanggungjawab organisasi itu dalam menjaga akidah umat Islam dan merupakan langkah yang wajar sesuai tugas dan fungsi MUI untuk memberi panduan dan pencerahan pada masyarakat Islam.

Dikatakannya, fatwa MUI soal sesatnya Ahmadiyah merupakan ulangan fatwa lama mengingat kebenaran tersebut seolah-olah dilupakan dan tidak terungkap oleh masyarakat awam sehingga bisa menimbulkan anggapan bahwa karena tidak ada teguran dari siapapun, termasuk dari para ulama dan organisasi Islam yang ada, maka faham Ahmadiyah tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

"Hal tersebut membawa dampak kepada makin banyaknya masyarakat muslim awam yang tertarik dengan ajaran tersebut dan akhirnya mengikutinya. Sebagai akibatnya, makin banyak umat Islam yang ikut tersesat dengan mengikuti ajaran Ahmadiyah," katanya.
   
Namun demikian, tambah Maghfur, dalam menyikapi pengikut aliran Ahmadiyah tidak dibenarkan bagi umat Islam yang lain untuk melakukan kekerasan melainkan menempuh cara yang baik dan persuasif dalam upaya mengembalikan mereka kepada ajaran Islam yang benar.

"Misalnya kita kirim orang-orang yang mampu berdialog dengan baik dan faham betul ajaran Ahmadiyah kepada pengikut aliran itu untuk menjelaskan bagian mana dari ajaran Ahmadiyah yang bertentangan dengan Islam dan menyebabkan mereka terkeluarkan dari Islam," katanya.
   
Maghfur mengakui jika kemungkinan langkah persuasif sulit dilakukan kepada tokoh dan ustadz Ahmadiyah tetapi tentu lebih mudah diterapkan pada pengikutnya yang pada hakikatnya adalah orang awam yang ingin menjadi muslim yang baik dan selama ini beranggapan bahwa Ahmadiyah adalah bagian dari Islam, bukan ajaran yang menyeleweng dari Islam.
   
Sementara kepada kelompok yang enggan meninggalkan Ahmadiyah, kata Maghfur, tetap tidak dibenarkan bagi kalangan muslim lain untuk berlaku kasar terhadap mereka karena mereka adalah juga warga negara Indonesia yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama di mata UUD dan peraturan perundangan lain yang berlaku di negara ini.
   
Selain itu, katanya, upaya kekerasan dan pemaksaan juga bertentangan dengan ruh Islam yang mempunyai semangat damai dalam berdakwah. Bahkan, Islam sendiri melarang pemaksaan kepada orang lain untuk memeluknya. Tindak kekerasan, katanya, juga akan menimbulkan kritik dunia internasional sebagai pelanggaran HAM.
   
"Kita selama ini dapat hidup berdampingan secara damai bersama-sama umat Kristen, Hindu, Budha dan lain-lain. Maka tidak ada sebab bagi kita untuk tidak dapat hidup berdampingan dengan orang-orang Ahmadiyah," katanya.
   
Menyangkut pelarangan ajaran Ahmadiyah di Indonesia, tandas, Maghfur, hal itu sepenuhnya tergantung pada pemerintah yang notabene dipilih sendiri oleh rakyat sehingga sebagai konsekuensinya rakyat harus memberi kepercayaan kepada pemerintah untuk mengatur negara sebaik-baiknya, termasuk dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.
   
"Kita tidak seharusnya membawa pedang dan tombak sendiri untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar karena ada aparat pemerintah yang mempunyai tugas melakukannya. Adalah menjadi tanggungjawab pemerintah untuk menentukan mana yang paling maslahat bagi rakyat dan bertindak sesuai dengannya,


Terkait