Kitab Kifayatul Atqiya’: Mengenal Tarekat secara Komprehensif
Rabu, 25 September 2024 | 20:00 WIB
Shofi Mustajibullah
Kolomnis
Tarekat merupakan salah satu komponen dari bangunan besar disiplin ilmu Tasawuf. Tarekat berfokus pada interaksi terhadap Allah. Para ulama sufi mengembangkan istilah Tarekat menjadi Turuqus Suluk (konsep fundamental tasawuf yang mendasari peribadatan).
Pada dasarnya Turuqus Suluk mempermudah implementasi taqwa, yakni memahami secara esensial perihal menjauhi larangan Allah dan melaksanakan perintah-Nya. Adapun gambarannya terdapat pada pemahaman, bahwa yang menjadikan seseorang masuk surga tidak semata-mata karena ibadahnya, melainkan murni karena fadhilah Allah.
Selain itu, konsep Turuqus Suluk selalu menyandingkan antara hakikat dan syariat. Apabila syariat tanpa hakikat, maka hanya sebuah kekosongan. Begitu juga sebaliknya, bila hakikat ada tanpa syariat, yang demikian merupakan sebuah kebatilan.
Memang, untuk memahami Tarekat terbilang kompleks. Terlebih dahulu seseorang harus kuat pemahamannya mengenai aqidah maupun fiqihnya.
Dari sekian literatur tasawuf yang menawarkan konsep Tarekat, ada satu kitab tasawuf bernama Kifayatul Atqiya’ wa Minhajul Ashfiya’ yang menyuguhkan interpretasi Tarekat secara komprehensif. Syaikh Abi Bakar Syatha ad-Dimyathi menghadirkan kitab ini sebagai komentar terhadap rangkaian bait bertajuk tasawuf karangan Syaikh Zainuddin Al-Malibari yang berjudul Hidayatul Adzkiya’.
Di lain kesempatan, Syaikh Abi Bakar Syatha menulis kitab I’anatut Thalibin yang menjadi komentar atas kitab fiqih karangan Syaikh Zainuddin Al-Malibari yang berjudul Fathul Muin. Hal ini menunjukkan adanya keterikatan ilmiah antara kedua ulama tersebut.
Pada pengantar kitab Kifayatul Atqiya’, pengarang mengawali dengan memuji Allah serta bershalawat pada Nabi berikut keluarganya. Pengarang juga menuturkan, bahwa kitab ini dikarang atas dasar permintaan sebagian orang.
Secara garis besar, kitab ini dirancang untuk menjelaskan per bait dari setiap nadzam. Mulai dari segi makna dan dari segi i’rab-nya. Selayaknya kitab syarah pada umumnya, pengarang mencoba memudahkan para pelajar yang ingin menelaah kumpulan nadzam milik Syaikh Zainuddin Al-Malibari.
Dalam menjelaskan setiap baitnya, Syaikh Abi Bakar Syatha menyuguhkan komentar yang sangat mendalam. Tidak tentu pengarang mengawali pada penjelasan i’rab dahulu atau makna. Namun secara keseluruhan, pola dari dari kitab ini dapat dikatakan repetitif (berulang-ulang). Setiap berlanjut pada satu bait kemudian pada bait baru lagi, pengarang akan memberikan pola yang sama terus menerus.
Bukan hanya pendefinisian dan pemaparan i’rab saja, pengarang menguatkan kitabnya dengan mengutip firman Allah, sabda Nabi, ucapan para sahabat dan ulama. Sehingga menguatkan dan memvalidasi seluruh penjelasan yang dituangkan.
Semestinya nadzam yang sarat akan metafora, kitab ini menguraikan secara gamblang dan mudah untuk dipahami atas perumpamaan-perumpamaan yang ada. Seperti pada bait ke 9 Hidayatul Adzkiya’:
من رام درا في السفينة يركب # ويغوص بحرا ثم درا حصلا
Artinya: “Siapa berharap permata maka naiklah perahu # serta selami laut lalu ambil permata di sana”
Pada bait ini di halaman 39, pertama-tama pengarang menjelaskan secara letterlijk apa maksud dari teks bait tersebut. Adapun perahu merupakan perumpamaan syariat, laut perumpamaan Tarekat, dan permata diibaratkan sebagai hakikat. Alhasil, ketika ingin mendapatkan sebuah permata, langkah awal adalah menaiki perahu terlebih dahulu, kemudian menyelami lautan, maka akan ditemukannya permata yang berkilau nan indah.
Makna dari metafora perahu, laut, dan permata, adalah urutan dalam menggapai hakikat. Seseorang harus mengawali pengalaman spiritualnya dengan syariat, kemudian Tarekat, dan terakhir adalah hakikat. Seseorang tidak bisa meninggalkan atau mendahului salah satu untuk menapaki hakikat.
Pada bait-bait selanjutnya dengan nada metafora, akan dijelaskan oleh pengarang dengan detail dan rinci seperti pada penjelasan sebelumnya.
Kitab ini memiliki pembahasan yang mengacu pada kitab yang disyarahinya. Setidaknya terdapat setidaknya 22 bab yang kemudian setiap baitnya dijelaskan dengan sangat rinci.
Sama halnya dengan topik pembahasan pada kitab tasawuf mainstream, kitab ini membahas beberapa tema seperti ikhlas, tawakal, uzlah, dan lain-lain. Namun yang membedakan dengan kitab lainnya adalah pembahasan awal kitab ini secara eksplisit membahas topik Tarekat.
Pembaca akan lebih mudah menyerap wawasan tasawuf dengan disuguhkannya topik Tarekat di awal bab. Karena pembaca akan paham, bahwa output dari tasawuf adalah hakikat dan untuk mencapainya harus melalui Tarekat. Kemudian beberapa aspek seperti ikhlas, tawakal, zuhud menjadi aspek dalam mengantarkan kepada hakikat.
Dengan demikian, bagi siapa saja yang ingin mendalami atau sekedar ingin tahu seputar Tarekat, kami rekomendasikan untuk membaca kitab ini. Pembahasan yang sangat komprehensif, baik dari makna maupun i’rab-nya dalam menanggapi bait demi bait Hidayatul Adzkiya’, akan memperkaya wawasan pembaca. Terkhusus bagi yang ingin menemukan penjelasan lebih dari kitab nadzam tersebut.
Namun tetap perlu diingat, sebelum mendalami kitab ini, pembaca terlebih dahulu harus kokoh akidah dan fiqihnya. Sebab sebelum menapaki tingkatan Tarekat lalu hakikat, perlu tuntas pada level syariat terlebih dahulu. Wallahu A’lam.
Identitas Kitab
Judul: Kifayatul Atqiya’ wa Minhajul Ashfiya’
Penulis: Syaikh Abi Bakar Syatha ad-Dimyathi
Tebal: 336Halaman
Penerbit: Darul Kutub Ilmiyah
Terbit: 2016
ISBN: 2745179497
Peresensi: Shofi Mustajibullah, Alumni Az-Zahirul Falah Ploso, Mahasantri Pesantren Kampus Ainul Yaqin UNISMA
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua