Warta

Pemerintah Harus 'Counter' Kongres AS

Selasa, 2 Agustus 2005 | 03:00 WIB

Jakarta, NU Online
Pemerintah diharapkan segera melakukan counter terhadap suara kelompok hitam (black caucus) di Kongres Amerika Serikat (AS) yang menyatakan Papua bukan bagian dari Indonesia.

"Kita jangan hanya menyalahkan Indonesia tetapi harus segera meng-counter pernyataan itu dengan argumentasi tentang Papua yang kita miliki," kata Ketua Subkomisi Hamkam Komisi I DPR Effendi Simbolon kepada pers di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (1/8) kemarin.

<>

Menurutnya, alasan black caucus menyatakan Papua bukan bagian dari Indonesia, karena mereka memiliki data bahwa Papua bukan bekas wilayah kekuasaan VOC, tetapi kekuasaan Kerajaan Belanda.

Data itu, ungkap Effendi, menjadi dasar bagi black caucus di Kongres AS menyatakan Papua bukan bagian dari wilayah Indonesia. Karena, menurut versi black caucus, kata Effendi, yang menjadi bagian wilayah Indonesia hanyalah daerah atau wilayah bekas jajahan VOC.

Argumentasi black caucus itu, kata Effendi, sesungguhnya mudah dibantah oleh pemerintah, apalagi saat ini sudah ada buku putih tentang Papua sebagai bagian wilayah RI. "Buku putih itu dibuat pada zaman pemerintahan Megawati tahun 2002 dan saat ini ada di Deplu," katanya.

Salah satu fakta sejarah yang ada dalam buku putih itu menyatakan Papua resmi menjadi wilayah RI karena sejak 1826 menjadi bagian dari wilayah nusantara. Selanjutnya, masuknya Papua ke wilayah RI diperkuat oleh Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 1969 di mana rakyat Papua menerima bergabung dalam wilayah RI. "Jadi Pepera itu secara formal menegaskan pemetaan wilayah nusantara pada 1826," jelas anggota DPR dari F-PDIP itu.

Sementara itu dihubungi secara terpisah Ketua PBNU, Ahmad Bagdja mengatakan pemerintah harus dapat meyakinkan dunia internasional terutama PBB dan AS bahwa masalah papua adalah masalah internal Indonesia. AS dan Negara lainnya juga harus menghormati sikap dan posisi Indonesia terhadap Papua. "Bagi NU, keutuhan NKRI adalah final dan segala upaya campur tangan pihak manapun terhadap kedaulatan RI akan kita tentang," ungkapnya kepada NU Online, Selasa (2/8).

Ungkapan senada juga dilontarkan Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo. Ia menyatakan, keputusan anggota Kongres Amerika Serikat (AS) yang bersuara lain soal Papua sangat mengganggu hubungan deplomatik dengan Indonesia.
    
"Walau pemerintah AS sudah menjamin, tapi masalah ini sudah masuk agenda strategis jangka panjang, dan walaupun Presiden SBY sudah menyatakan pernyataan ketidak senangannya tapi secara resmi Deplu harus mengambil sikap, cermat dan hati-hati serta pro aktif melakukan protes ke pemerintah AS," katanya di Semarang, Selasa (2/8) seperti dikutip ANTARA.
     
Lebih lanjut kata Tjahjo, kalau perlu dipertimbangkan untuk "memutuskan diplomatik dengan AS", kalau pemerintah AS masih terus ikut campur masalah Negera kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
    
Ia menilai, bahwa AS menggunakan standar gand menyangkut propinsi Papua. Pemerintah AS lewat Presiden geoarge W Bush mengakui bahwa NKRI. Namun di sisi lain, ada anggota Kongres bresuara lain soal tersebut yang bisa menjadikan gejolak di Papua.
     
Menurutnya, diplomasi total dalam kasus papua mutlak harus dilakukan, tidak hanya oleh eksekutif, tetapi juga legislatif dan publik.
      
Usaha pemisahan Papua khususnya dan masalah perundingan informAl dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), kalau tidak diantisipasi cerdas dan hati-hati terhadap implikasi politiknya diperkirakan akan terjadi gerakan perubahan sistemais dalam kurun waktu 1-2 tahun ini, katanya.
    
"Network mereka dibanyak negara, AS, Eropa, Asia Pacifik cukup kuat. Yang disorot masalah ketidak adilan dan HAM," ujarnya. (cih)

 


Terkait