Jakarta, NU Online
Peran pemuka agama dituntut menanggapi permasalahan-permasalahan yang dihadapi masayarakat. Diantaranya yang berkaitan dengan hak-hak reprodukis perempuan, tingginya angka kematian ibu hamil, pemakaian alat kontrasepsi, keguguran dan aborsi.
Karena itulah, Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengadakan workshop Pemberdayaan Pemuka Agama untuk Penguatan Hak Kesehatan Reproduksi Perempuan.
<>“Selama ini memang dialog-dialog lintas agama masih bersifat formalistik yang tidak dapat dinikmati langsung manfaatnya oleh masyarakat bawah. Kalau kiai-kiai NU sih sudah,” ungkap Imdadun Rahmat, sekretaris umum ICRP saat membuka acara pada pukul 09.00, Rabu, (12/10) di gedung PBNU.
Imdad yang merupakan Wakaseksjen PBNU menambahkan, yang terpenting saat ini adalah bagaimana mewujudkan dialog antaragama yang tidak berhenti pada aspek teologis saja, melainkan bagaimana memberikan kontribusi positif bagi permasalahan-permasalahan masyarakat.
Sementara Atik Muayati selaku Projek Officer acara ini menekankan bahwa perlunya duduk bersama para tokoh agama dan mencari solusi terkait masalah reproduksi perempuan. Pasalnya, banyak isu-isu terkait reproduksi perempuan yang bergesekan dengan isu-isu doktrin agama.
“Kita perlu mencari solusi dengan persepsi yang berbeda tetapi dengan tujuan yang sama yaitu kemaslahatan masyarakat,” tandasnya.
Workshop yang dihadiri 40 pemuka agama dari berbagai daerah bertujuan untuk menguatkan peran dan kontribusi pemuka agama dalam hak-hak reproduksi perempuan.
Penulis: Abdullah Alawi