Warta

Pendidikan Kunci Utama Kebangkitan Bangsa Indonesia

Sabtu, 20 Mei 2006 | 09:27 WIB

Jakarta, NU Online
Kunci utama kebangkitan bangsa Indonesia adalah pendidikan. Tidak diperhatikannya pendidikan menjadi sebab bangsa Indonesia belum beranjak dari keterpurukan sekian lama.

Demikian disampaikan Ketua PBNU Masdar F Mas’udi saat hadir dalam orasi kebangsaannya pada Refleksi Hari Kebangkitan Nasional di Kantor PP GP Ansor di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jum’at (19/5) lalu.

<>

Selain Masdar, hadir juga pada acara bertajuk “Pendidikan Untuk Semua” itu, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal yang juga Ketua PP GP Ansor (Saifullah Yusuf), Syafi’i Ma’arif (mantan Ketua Umum PP Muhamdiyah), Fahcry Ali (Pengamat Politik), Abdul Mukti (Ketua Pemuda Muhamadiyah) dan Tarji Khaldun Bahri (Seniman).

“Jika bangsa ini bisa lebih menghargai pendidikan, maka saya yakin bangsa Indonesia bisa menggetarkan dunia,” kata Masdar, begitu ia akrab disapa.

Bangsa Indonesia, menurut Masdar, pada dasarnya memiliki potensi menjadi bangsa yang besar lewat pendidikan. Ia mencontohkan beberapa anak bangsa yang berhasil meraih juara pada olimpiade fisika beberapa waktu lalu. “Itu bukti bahwa bangsa ini punya potensi besar,” katanya.

Dalam perspeketif berbeda, Syafi’i Ma’arif mencoba merefleksikan perjalanan panjang bangsa Indonesia. Menurutnya, sudah sekian lama bangsa Indonesia berdiri, namun belum menunjukkan kemajuan yang berarti.

Buya Syafi’i, demikian ia akrab disapa, mengingatkan bahwa ada masalah besar yang sedang dihadapi bangsa Indonesia. “Dua presiden kita (Soekarno dan Soeharto) jatuh secara dramatis. Itu artinya ada masalah besar dengan bangsa ini,” terangnya.

Menurutnya, bangsa Indonesia harus melakukan perubahan yang mendasar untuk bangkit dari keterpurukan. “Kita harus melakukan rekonstruksi dan dekonstruksi total. Jika tidak, bangsa Indonesia ke depan mungkin masih ada, tapi sudah tidak diperhitungkan lagi oleh bangsa lain,” ungkapnya.

Berbeda dengan keduanya, Fachry Ali menyaratkan kebangkitan bangsa Indonesia dari kebangkitan civil society (masyarakat madani). Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang merupakan bagian dari civil society memiliki peran penting karena dalam sejarahnya kedua ormas Islam terbesar di Indonesia itu telah membentuk formasi sosial sendiri.

“Islam Indonesia, terutama NU dan Muhammadiyah, selama perjalanan bangsa ini telah membetuk formasi sosial tersendiri. Dalam perkembangannya, NU dan Muhammadiyah selalu menjadi kekuatan kontrol terhadap kekuasaan negara. Ia (NU-Muhammadiyah) adalah kekuatan extra state (di luar negara), terang Fachry.

Salah satu buktinya adalah saat reformasi. Menurutnya, runtuhnya negara Orde Baru lebih disebabkan kekuatan civil society, dalam hal ini NU dan Muhammadiyah. “Rontoknya Orde Baru karena peran besar NU dan Muhammadiyah,” tandasnya.

Saat itu, kata Fachry, dua kekuatan tersebut menyatu melawan kekuatan negara. “NU yang merupakan kelompok santri dan masyarakat pedesaan, memunculkan tokoh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kemudian Muhammadiyah yang merupakan kalangan kelas menengah ke bawah perkotaan memunculkan Amien Rais. Mereka bersatu sebagai kekuatan extra state melawan kekuasaan negara,” terangnya. (rif)


Terkait