Pengamat politik, Laode Ida, melontarkan kritik tajam kepada NU. Ia mengatakan, NU mulai kehilangan karakter sebagai organisasi berbasis umat sejak era 1970-an. Hanya, saat itu, masih ada tokoh-tokoh NU yang konsisten dengan perjuangan keumatan.
“Pergeseran orientasi NU itu semakin nyata setelah reformasi,” ungkapnya dalam dialog bertajuk "Refleksi 82 Tahun NU, Membangun NU Berbasis Umat" yang digelar Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor di Jakarta, Rabu (16/1).<>
Dalam dialog yang dipandu Ketua Umum PP GP Ansor Saifullah Yusuf itu, Laode menyarankan, jika ingin tetap eksis, NU harus kembali ke bidang garapannya semula, yakni membangun umat, serta mempersiapkan kader yang benar-benar mau dan bisa menjalankan organisasi.
Bila tidak demikian, jelasnya, NU bisa tinggal organisasi papan nama karena ditinggalkan umat. "Dalam arti, mereka tidak akan mengikatkan diri lagi secara organisatoris dan ideologis, mereka hanya merasa ada hubungan historis," pungkasnya.
Dalam kondisi seperi itu, tambahnya, ikatan ke-NU-an akan semakin tidak berarti, akan semakin tergusur dengan ikatan kepentingan yang lain yang lebih rasional, seperti ikatan ekonomi, misalnya.
"Warga NU akan semakin sulit diarahkan oleh para elit NU jika kepentingannya tak sesuai dengan kepentingan mereka," katanya.
Kegagalan sejumlah orang NU memenangi pemilihan kepala daerah (pilkada) di wilayah yang sebenarnya basis NU, seperti di Bojonegoro, Jawa Timur, merupakan contoh konkret betapa ikatan emosional warga NU dengan organisasinya mulai melonggar.
Penyebab melonggarnya ikatan emosional warga NU dengan organisasinya, menurut Laode, salah satunya adalah akibat perilaku elit NU sendiri yang lebih melibatkan diri atau terjebak dalam pragmatisme ketimbang memikirkan persoalan umatnya.
"Terutama pragmatisme terkait kekuasaan dan materi. Perilaku semacam ini memudarkan derajad figur panutan dalam NU dan membuat warga merasa tidak ada manfaatnya mengikatkan diri secara organisatoris dengan NU," katanya.
Padahal, lanjut Laode yang juga Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu, keberadaan figur merupakan salah satu pilar penyangga organisasi NU. (rif)