Warta

Penghentian Kasus Soeharto Harus Sesuai Hukum

Kamis, 11 Mei 2006 | 15:07 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua PCNU Pasuruan, KH Mujib Imron mengatakan, penghentian penyidikan terhadap mantan Presiden Soeharto tetap harus sesuai prosedur hukum yang berlaku sehingga tidak mencederai amanat reformasi yang telah menjadi konsensus bersama.

Gus Mujib, demikian ia akrab disapa, mengakui, bahwa jasa-jasa Soeharto cukup besar selama memimpin negara. Meski demikian, penuntasan kasus yang menimpa mantan penguasa Orde baru itu harus tetap dijalankan demi tegaknya hukum. “Penghentian penyidikan terhadap mantan Presiden Soeharto tetap harus sesuai prosedur hukum,” kata KH Mujib Imron kepada NU Online di Jakarta, Rabu (11/5) kemarin.

<>

Menurutnya, TAP MPR RI Nomor 11/MPR/1998 Pasal 4 sudah mengamanatkan penuntasan proses hukum terhadap Soeharto yang diduga melakukan KKN selama menjabat presiden dengan tetap berpegang kepada praduga tidak bersalah dan HAM.

Dikatakakan, pihak kejaksaan bisa menghentikan penuntutan hukum dengan alasan kesehatan. Hal  itu sesuai UU No.8/1981, KUHAP Pasal 140 (2 a) dan Pasal 29 (1 a). “Memang, jika tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat dokter maka bisa dihentikan,” tuturnya.

Kiai yang juga anggota DPD RI itu juga mengatakan, penghentian kasus Soeharto tidak cukup hanya dengan meminta maaf, tanpa terlebih dahulu melalui proses hukum. Pemberian maaf dan penghentian peradilan tanpa proses hukum ini mencederai UUD 1945 Pasal 1 (3) bahwa Indonesia adalah negara hukum. ”Apalagi pasal itu sebagai amanat reformasi, yang sebelumnya hanya merupakan penjelasan,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Al-Yasini, Ngabar, Kraton, Pasuruan itu.

Karena Indoensia negara hukum, lanjutnya, maka kasus Suharto harus kembali pada KUHAP (UU No.8/1981), UU No.31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (Tastipikor), UU No.20/2001 tentang perubahan UU No.31/1999 tersebut, UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan perundang-undangan yang lain.

“Jadi, keputusan kasus Soeharto itu tidak bisa hanya secara politik dengan akan diberikannya pengampunan, abolisi, amnesti, grasi, dan rehabilitasi, melainkan juga harus melalui proses hukum sebagaimana menjatuhkan presiden yang harus melalui Mahkamah Konstitusi setelah DPR mengajukan pelanggaran hukum dan moral presiden ke MPR RI, sehingga bisa di-impeachment,” katanya.

Sementara itu, Ketua Umum PBNU, KH. Hasyim Muzadi meminta proses hukum atas mantan orang nomer satu di Indonesia itu dihentikan. Hal itu perlu dilakukun atas alasan kemanusiaan. ”Pak Harto salah. Itu betul. Tapi Pak Harto juga telah berjasa membangun Indonesia,” katanya.

Hasyim, juga mengungkapkan, bahwa pihaknya juga akan melakukan kajian untuk mencari pemecahan tentang mekanisme penghentian proses hukum tersebut. Hasyim akan membicarakan hal tersebut dengan beberapa ahli hukum di PBNU. “Saya sebagai ketua umum hanya bicara substansinya saja," tandasnya. (rif)


Terkait