Perbedaan merupakan hukum alam (sunnatullah) yang harus disikapi secara bijaksana. Sebab jika tidak, ia akan dapat menimbulkan kerusakan dan kehancuran manusia sendiri.
”Jangan sampai menjadi sebuah perbedaan yang tercela (al-madzmum) seperti di contohkan Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya,” kata A Slamet Ibnu Syam, Wakil Katib Syuriah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Syria, di Damaskus, Selasa (5/3).<>
Perbedaan tersebut akan sangat mengusik ketika sudah menyentuh hal-hal yang bertalian dengan religiusitas yang syarat dengan kesucian. Dalam Islam, demikian Slamet Ibnu Syam, Rasulullah SAW merupakan referensi utama dalam menyelesaikan problematika umat Islam saat itu.
Perbedaan yang berunjung konflik dimulai setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, dan berlanjut sampai sekarang. ”Kontradiksi perdana yang dihadapi kaum muslimin adalah tentang pengganti kepemimpinan Rasulullah SAW (khalifah) seusai wafatnya,” katanya.
Sepeninggal Rasul mestinya semua perbedaan bisa dikembalikan kepada Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasul-Nya (Hadits), namun diketahui bahwa memang terdapat teks-teks Al-Qur’an dan Hadits yang bersifat dzanni tsubut atau masih terbuka keraguan di dalam keabsahan periwayatannya yang kemudian diperdebatkan antar ulama.
Selain itu, beberapa masalah tidak dijelaskan secara tegas di dalam teks suci. ”Zaman terus berkembang, dan bermacam-macam pula masalah umat manusia di dunia ini. Sedangkan seperti kita ketahui teks suci terbatas,” katanya.
Perbedaan juga dapat karena teks itu sendiri, baik karena terdapat kata yang musytarak atau mempunyai lebih dari satu makna, perbedaan qira’at atau cara baca, atau perbedaan yang muncul berkaitan dengan kaidah-kaidah kebahasaan.
Atau terjadi karena perbedaan interpretasi. ”Varietas pemahaman adalah sebuah hal yang wajar. Sebab, seperti diketahui bahwa tabiat akal manusia adalah berbeda-beda di dalam pemahaman,” kata A Slamet Ibnu Syam yang juga Mahasiswa Pasca-Sarjana Universitas Umm Durman Cabang Damaskus.
”Dimana dan kapan pun kita kita pasti akan menemukan perbedaan, kontradiksi, atau perselisihan. Itu tidak masalah jika dihadapi dengan lapang dada. Jika perbedaan disikapi dengan penuh bijaksana, maka akan menjadi sebuah kesatuan yang sinergis nan indah,” katanya optimis. (nam)