Warta

Politik Bebas-Aktif RI Diragukan bila Tak Akui Kosovo Merdeka

Selasa, 19 Februari 2008 | 23:02 WIB

Jakarta, NU Online
Pemerintah Indonesia harus secepatnya memberikan pengakuan kepada Republik Kosovo yang dideklarasikan kemerdekaannya pada Ahad (17/2) lalu. Jika tidak demikian, maka, konsep politik bebas-aktif yang dianut Indonesia diragukan.

Pernyataan tersebut disampaikan mantan Duta Besar Indonesia untuk Libanon, Abdullah Syarwani, kepada NU Online melalui sambungan telepon, di Jakarta, Selasa (19/2).<>

“Politik bebas-aktif Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Mukaddiman Undang-undang Dasar 1945, harus tegas dijalankan. Indonesia harus merebut momentum ini untuk segera mengakui kemerdekaan Kosovo,” terang Syarwani.

Ia meminta pemerintah Indonesia tidak ragu dan menunggu negara lain untuk mengakui kemerdekaan Kosovo. Demikian pula, pemerintah tidak perlu ragu terkait hubungan diplomatik Indonesia dengan Rusia dan Amerika Serikat (AS).

Apalagi, sambungnya, Kosovo, negara baru yang memisahkan diri dengan Serbia itu adalah negara yang sebagian besar warganya muslim dan beretnis Albania.

“Tidak perlu menunggu Malaysia dan negara-negara Asia lainnya. PBB saja, kan sudah mengakui,” pungkas Syarwani yang juga mantan Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama.

Akhir pekan lalu, Kosovo lepas dari Serbia melalui deklarasi Kemerdekaan yang diikrarkan Perdana Menteri Kosovo, Hashim Thaci. Sebuah kemerdekaan yang didukung oleh AS.

Kemerdekaan Kosovo merupakan saat yang tepat. Satu dasarwarsa yang lalu, ribuan etnis Albania terbunuh dalam sebuah konflik dengan kekuatan Serbia.

Penduduk Kosovo terdiri dari enam etnis, 92 persen Albania, 5,3 persen Serbia, sisanya 2,7 persen adalah gabungan total etnik Gorani, Romani, Bosnia dan Turki.

Selain AS, negara lain yang mendukung kemerdekaan Kosovo adalah Perancis dan Australia, Inggris Raya, Italia, Jerman dan Austria. 57 Anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) pun menyambut baik proklamasi kemerdekaan itu.

Cina, Rusia, Spanyol, Serbia, Siprus, Yunani, Slowakia, Rumania, dan beberapa negara lainnya menentang kemerdekaan itu. Sebagian mereka menilai kemerdekaan itu sebagai upaya separatisme. (rif)