Warta

Presiden Iran dan PM Malaysia akan Hadiri ICIS III

Rabu, 16 Juli 2008 | 12:21 WIB

Jakarta, NU Online
Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad dan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi akan menghadiri forum International Conference of Islamic Scholars (ICIS) III yang digelar di Hotel Borobudur, Jakarta, pada 29 Juli hingga 1 Agustus mendatang.

Dalam forum ulama dan cendekiawan muslim se-dunia bentukan Nahdlatul Ulama (NU) itu, Ahmadinejad dan Badawi akan menjadi pembicara utama tentang topik upaya Menyemaikan Islam Rahmatan lil Alamin: Perdamaian dan Pencegahan Konflik di Dunia Islam.<>

Direncanakan hadir juga Pangeran Talal dari Yordania. Sementara, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki-Moon, berhalangan hadir dan mengirim utusan khusus pada acara tersebut.

Selain itu, panitia juga memastikan bahwa forum tersebut bakal diikuti sebanyak 50 pemikir dan ulama dalam dan luar negeri. 27 tokoh dunia dari berbagai negara dan 13 tokoh Indonesia bersedia menjadi pembicara. Di antara 27 tokoh tersebut, tercatat nama Dr Wahbah Azzuhaily (ulama Suriah).

ICIS III akan dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan ditutup Waki Presiden Jusuf Kalla. Pesertanya yang mencapai 300 orang dari 63 negara akan hadir pada peringatan Isra Mi'raj di Masjid Istiqlal, Jakarta, pada 29 Juli malam.

Dr 'Aidh Al-Qarni, ulama muda asal Arab Saudi yang populer melalui bukunya, La Tahzan, akan berbicara mengenai pengembangan spiritual untuk perdamaian dan kemanusiaan pada hari pertama konferensi.

Penulis kelahiran tahun 1960 itu memiliki nama lengkap 'Aidh Abdullah bin 'Aidh al-Qarni. Nama al-Qarni diambil dari dari daerah asalnya di wilayah selatan Arab Saudi.

Ia menamatkan program sarjana, magister dan doktor di Universitas Islam Imam Muhammad bin Su'ud, Riyadh, Arab Saudi. Ia hapal Al-Quran dan kitab Bulughul Maram, serta telah mengajarkan 5.000-an hadist dan 10.000-an bait syair.

Sekira 1.000-an judul kaset yang berisi ceramah agama, kuliah, serta kumpulan puisi dan syair karyanya telah dipublikasikan.

Keberaniannya menyuarakan kebenaran juga sempat membuatnya merasakan jeruji besi pemerintah Al-Saud. Kesalahannya saat itu, ia dan kawan-kawan ulama mudanya berani berteriak lantang menentang kehadiran pasukan Amerika Serikat di Arab Saudi atas undangan pemerintah Al-Saud. (rif)


Terkait