Warta

Prof Maksum: NU Belum Khittah Jika Lembaga Pertanian Mati

Rabu, 3 Maret 2010 | 07:00 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Yogyakarta Prof Mohammad Maksum mengingatkan bahwa kembali ke khittah atau kembali ke jatidiri NU bukan sekedar diartikan tidak berpolitik atau tidak memihak salah satu partai politik.

“Perlu dicermati, kalau kita bicara khittah sebetulnya kita tidak melakukan apa-apa. Pokoknya kalau dulu dimaknai bahwa khittah itu tidak harus milih PPP, sekarang khittah itu diartikan tidak berpolitik,” kata Prof Maksum saat berada di Jakarta memenuhi undangan PBNU, Rabu (3/2).<>

Menurutnya, kembali ke khittah berarti kembali ke jatidiri NU ketika dideklarasikan sekian tahun yang lalu. “Apa itu? Ada beberapa hal yang kita kerjakan. Pertama tahkik (memeriksa dan menerbitkan) referensi kitab-kitab ahlussunnah wal jamaah. Kedua dakwah islamiyah,” katanya.

Tugas ketiga, menurutnya, adalah mengembangkan masjid dan pesantren sebagai pusat pergerakan. Keempat, pengabdian di bidang sosial mabarrot. Keenam, pemberdayaan ekonomi umat.

”Dulu untuk ekonomi itu ditunjuk persis dziroiyah (pertanian-perkebunan) dan tijariyah (perdagangan). Sekarang bolehlah ditambahkan urusan profesional,” kata Prof Maksum.

Guru besar pertanian Universitas Gajah Mada ini menilai, NU belum sepenuhnya kembali ke khittah karena belum melaksanakan 6 hal yang dirumuskan pada saat NU didirikan pada 1926 silam.

”Sekarang ini lembaga pertanian di tingkat Pengurus Besar la yamutu wala yahya (tidak hidup dan tidak mati). Sementara yang di daerah lembaga pertaniannya mati-matian membela hak petani. Kalau lembaga pertaniannya tidak hidup berarti NU masih belum khittah,” kata Maksum.

”Sekarang ini perekonomian warga NU dianaktirikan sedemikian rupa, disingkirkan oleh sistem pembangunan. Kalau kita tidak berbuat apa-apa, padahal kita punya lembaga perekonomian, apa ya kita masih bilang khittah?” tambahnya. (nam)


Terkait