Surabaya, NU Online
Pengurus Wilayah Nahdalatul Ulama (PWNU) Jawa Timur telah siap mengikuti pelatihan dan penyerasian metode hisab dan rukyat di Semarang (17-24 Desember) mendatang. PWNU telah menyiapkan timnya sekaligus materi yang akan diusung di tengah arena pelatihan.
PWNU Jatim dalam hal ini lembaga falakiyahnya akan memberikan masukan kepada Pengurus Pusat Lajnah Falakiyah (LF) PBNU mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hisab dan rukyah berikut kebijakan-kebijakannya. Hal itu karena pertemuan antara PBNU-PWNU Jatim yang diadakan di Kantor PBNU beberapa waktu lalu menyusul perbedaan penentuan awal syawal dinilai belum maksimal.
<>PWNU Jawa Timur, kata KH Miftachul Akhyar, Wakil Rais Syuriah PWNU Jatim, hanya diundang via telepon. Karenanya, utusan PWNU datang tanpa persiapan apapun. “Hanya berbekal husnudz dzon,” katanya.
Dikatakan Kiai Miftah, saat ini banyak kiai sepuh di Jatim yang merasa kecewa pada PBNU (dalam hal ini PP LFNU) yang selalu menyalahkan Jatim. Selain mengadakan forum klarifikasi yang tidak fair, PBNU dikritik karena mengirimkan edaran ke seluruh PW dan PC, yang isinya menyalahkan PWNU. “Rupanya PB terlalu percaya dengan hasil kerja LF-nya,” lanjut pengasuh Ponpes Miftahussunnah, Kedungtarukan, Surabaya ini.
Hisab Penyerasian
Selain itu, lanjut Kiai Miftah, masih banyak kiai yang meragukan sistem hisab penyerasian yang dipergunakan oleh PBNU karena merupakan program peninggalan dari Menag Munawwir Syadzali, yang sejak dulu ditolak mentah-mentah oleh para kiai NU.
Tim dari Jatim nanti akan dipersiapkan sedemikian rupa untuk memberikan klarifikasi dan mempertanyakan dasar pemakaian hisab dan rukyat metode baru yang akan dipakai oleh PBNU tersebut. Menurut rencana, pertemuan tingkat wilayah akan dilakukan pada Rabu (13/12) lusa di Mojokerto. Sedangkan pertemuan pendahuluan sudah dilakukan tadi (11/12) di Kantor PWNU Jatim.
“Terus terang, saya khawatir, dengan metode baru nanti enam kitab yang selama ini kita pakai, dan akurat, malah akan ditinggalkan,” tutur Kiai Miftah yang adalah menantu KH Masduqi Lasem itu.
Enam kitab yang dimaksud adalah Sullamun Nayyirain, Fathu Al-Rauf Al-Mannan, Risalah Al-Qamarain, Al-Qawaid Al-Falakiyah, Ittifaq Dzatil Bainy dan Faidul Karim.
Dalam pertemuan nanti, tim Jatim akan melengkapi jawaban persoalan ikhbar hari raya kemarin dengan lebih rinci. Mereka juga akan mempertanyakan kembali hak ikhbar yang belum terjawab oleh PBNU dalam pertemuan di Jakarta, sebab sejak dulu PWNU Jatim selalu melakukan ikhbar setiap tahun, dan tidak pernah menemukan masalah. Baru kali ini dipermasalahkan.
Kedua, PWNU Jatim juga akan mempertanyakan dasar-dasar hisab penyesuaian, sebab sampai saat ini PW merasa belum pernah ada keputusan NU mempergunakan model itu. “Sementara PB mengklaim sudah menjadi keputusan, bahkan mengirim surat ke wilayah-wilayah dan cabang-cabang, ini yang akan kita pertanyakan dasar hukumnya,” lanjutnya.
Menurut Kiai Miftah, persoalan dengan PP LF masih dianggap belum selesai. Sementara PBNU, karena telah mengirmkan surat ke wilayah-wilayah dan seluruh cabang yang isinya tetap menyalahkan Jatim, maka dinilai tidak jauh beda dengan LF, alias satu kelompok.
Karenanya, hasil pertemuan Mojokerto nanti akan disusun sedetil, sekomplit dan sebagus mungkin, lalu dikirimkan ke PBNU dan PP LF, dengan maksud untuk memberikan masukan agar jalan yang ditempuh bisa lurus kembali. (sbh)