Warta

Sisi Buruk Digitalisasi Zakat

Rabu, 24 September 2008 | 21:17 WIB

Jakarta, NU Online
Perkembangan teknologi memiliki dampak sangat luas terhadap pelaksanaan ibadah. Mulai dari penggunaan pengeras suara dan visualisasi yang menjadikan pelaksanaan ibadah sholat lebih longgar, hingga pengiriman dana yang menjadikan zakat lebih mudah disalurkan ke wilayah-wilayah lain.

Namun digitalisasi ini tentu saja memunculkan problem tersendiri. Salah satunya adalah adanya pemotongan-pemotongan yang dilakukan pihak pengelola layanan digital tersebut. Pemotongan-pemotongan ini mengakibatkan jumlah zakat yang tersalurkan telah berkurang dari jumlah yang dikeluarkan oleh muzakki.&<>lt;/em> Padahal penyaluran zakat mestinya harus utuh sampai kepada yang berhak.

Demikian diungkapkan KH Arwani Faishal, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU dalam Pengajian Online di gedung PBNU, Jakarta, Selasa (23/9), yang diikuti oleh peserta dari dalam dan luar negeri di akun pbnu_online@yahoo.com.

”Adalah tidak sah, menunaikan zakat melalui para penyelenggara layanan digital yang memungut biaya operasional sangat besar, padahal dana zakat yang sampai kepada para mustahik (penerima zakat) sangatlah kecil.”

Kiai Arwani menambahkan, semestinya dana zakat diberikan secara langsung, dari orang-orang yang berzakat kepada mereka yang berhak menerimanya. Sehingga terjadi interaksi langsung antara muzakki dan mustahik.

”Inilah salah satu pesan penting disyariatkannya zakat. Adanya interaksi antara si miskin dan si kaya yang dapat memperkokoh rasa persaudaraan dan mempererat jalinan silaturrahim di antara mereka,” terangnya.

Penyaluran zakat melalui lembaga-lembaga zakat juga memiliki kerawanan dan kerancuan tersendiri. Karena pada kenyataannya, para pembayar zakat tidak pernah mengetahui kemana dana yang telah mereka keluarkan itu disalurkan. Sementara pihak penerima zakat tidak pernah mengerti dari mana dana yang mereka terima.

”Termasuk dana operasional penyaluran zakat tidak boleh melebihi dana zakat yang tersalurkan kepada orang-orang yang mestinya berhak menerima. Menjadi aneh jika para penyalur zakat justru menjadikan dana zakat sebagai keuntungan yang mesti diperebutkan,” ungkapnya.

Terkait pemindahan zakat jarak jauh melalui transfer bank memang diperkenankan, namun sangat dianjurkan untuk membagikan zakat kepada masyarakat sekitar tempat seseorang mendapatkan keuntungan, atau tempat ia menjalankan usahanya usaha.

”Karena akan menjadi sangat janggal jika di daerah usaha seseorang justru masyarakatnya miskin dan tidak terurus, sementara ia mengalihkan zakatnya ke daeah yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan usahanya,” terangnya.

Lebih lanjut Kiai Arwani juga mensitir pendapat Imam Ghazali yang menyatakan, shodaqoh kepada yang lebih dekat adalah lebih utama. Baik lebih dekat sebagai kerabat maupun lebih dekat karena tempat tinggalnya yang bertetangga.

”Kita mengharapkan agar para muzakki dapat memberikan zakatnya secara langsung kepada orang-orang yang berhak menerima. Serta kami himbau kepada para penyalur zakat hendaknya lebih berhati-hati dan teliti dalam menyalurkan zakat,” pungkasnya mengakhiri pengajian.(min)


Terkait