Jakarta, NU Online
Kendati wakaf sudah ditopang oleh perundang-undangan, namun perwakafan nasional masih berjalan lamban. Padahal, wakaf di Indonesia harus dapat dikembangkan dengan baik untuk ikut serta membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa faktor mempengaruhi hal tersebut, antara lain masih banyaknya aset-aset wakaf yang belum memiliki kekuatan administrasi hukum, sehingga rentan terhadap persengketaan yang tidak perlu.<>"Oleh karena itu pemerintah memfasilitasi dan membantu hambatan dalam pengamanan aset-aset wakaf, seperti sertifikat wakaf," kata Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam sambutan tertulis yang dibacakan Direktur Pemberdayaan Wakaf Sutami pada pembukaan Evaluasi Pelaksanaan Program Pemberdayaan Wakaf Tahun 2011 di Jakarta, baru-baru ini.
Wamenag mengatakan, wakaf merupakan khazanah Islam yang syarat akan makna sosial. Bersama dengan instrumen sosial lainnya seperti zakat, infak, sedekah, termasuk fidyah, kafarat, diyat, dam dan nazar, wakaf disyariatkan sebagai simpul sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Pada tataran filosofisnya, wakaf unggul dari aspek keabadian benda dan nilai, sehingga dapat memberikan manfaat seluas-luasnya kepada khalayak umum dalam jangka waktu yang panjang. Sedangkan pada tataran praktisnya, wakaf telah membuktikan sebagai instrumen kesejahteran dalam sejarah kejayaan peradaban Islam masa lalu," papar Wamenag.
Kepada wartawan Direktur Pemberdayaan Wakaf Sutami mengungkapkan, potensi tanah wakaf luar biasa terdapat 416.999 lokasi dengan luas tanah sekitar 2 milyar meter. "Namun aset umat ini baru 60 persen yang memiliki sertifikat," ujarnya seraya menambahkan, tanah wakaf tidak boleh dijual, dihibahkan dan ditukar.
Redaktur : Syaifullah Amin