Warta

Tolak Umumkan Susu Berbakteri Menkes Melawan Hukum

Jumat, 25 Februari 2011 | 05:30 WIB

Jakarta, NU Online
Meski Komisi IX DPR RI sudah mendesak Kemenkes dan BPOM untuk mengumumkan susu berbakteri Enterobacter Sakazakii karena meresahkan masyarakat dan Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih dan BPOM menolak, berarti pemerintah telah melawan hukum. Karena putusan MA itu sudah final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

“Jadi, kalau Menkes dan BPOM menolak mengumumkan itu sama dengan melawan hukum. Karena itu sesungguhnya DPR tidak usah melakukan hak interpelasi, bertanya mengingat hal itu jelas-jelas melawan hukum,” tandas Ketua Lembaga Bantuan Hukum PBNU Andi Najmi di Jakarta, Jumat (25/2).
<>
Dengan demikian lanjut Andi Najmi, yang bisa dilakukan oleh DPR adalah menggugat Menkes secara hukum ke lembaga-lembaga hukum yang ada. Apalagi susu berbakteri yang meresahkan masyarakat itu justru wajib diumumkan, karena mengakibatkan kerugian-madharat bagi anak-anak bangsa ini.

Seperti diketahui, MA telah memerintahkan Menkes, BPOM dan IPB untuk mempublikasikan nama-nama produsen susu formula yang mengandung Enterobacter Sakazakii. Polemik ini bermula ketika para peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan adanya kontaminasi Enterobacter Sakazakii sebesar 22,73 persen dari 22 sampel susu formula yang beredar tahun 2003 hingga 2006.

Hasil riset itu dilansir IPB, namun tidak dipublikasikan. Dalam risetnya terhadap 22 sampel susu yang dilakukan antara tahun 2003 sampai 2006 itu, Sri menemukan bakteri ES. Alasan IPB tidak mau mengumumkan merek-merek susu, karena khawatir meresahkan masyarakat.

Berdasarkan salinan putusan kasasi bernomor 2975 K/Pdt/2009, Mahkamah Agung (MA) telah memerintahkan Menteri Kesehatan, BPOM dan IPB mempublikasikan nama-nama produsen susu formula yang mengandung ES. Tapi hingga, Jumat (11/2), peneliti ini masih menolak mengumumkan merek-merek susu formula yang diteliti Sri Estuningsih selama 3 tahun.

Namun demikian akibat desakan masyarakat tersebut, BPOM akhirnya meminta bantuan Kejaksaan Agung sebagai jaksa pengacara negara untuk membantu melaksanakan putusan MA. Selanjunya Kejaksaan Agung yang diminta meluruskan informasi tentang susu berbakteri ini.

"Pada tanggal 21 Februari Badan POM memberikan surat kuasa kepada Kejaksaan Agung selaku Jaksa pengacara negara untuk menangani masalah ini," tandas Kepala BPOM Kustantinah

Dalam putusan MA tanggal 26 April 2010 itu dinyatakan, ketiga lembaga Kementerian Kesehatan, BPOM, dan IPB wajib mempublikasikan daftar susu formula yang tercemar bakteri tersebut hingga akhir Februari 2011.

Rektor IPB, Herry Suhardiyanto kepada wartawan menuturkan, penelitian IPB terhadap susu formula produksi tahun 2003-2006, bukan berbentuk pengujian.

“Penelitian itu lebih pada usaha untuk mengeksplorasi Enterobacter Sakazakii. Biaya yang digunakan untuk penelitian itu berasal dari dana hibah, bukan dari kementerian terkait. Sehingga,  IPB tidak berkewajiban menyampaikan hasil penelitian itu baik kepada Kemenkes maupun BPOM,” ujarnya.

Selain itu pihaknya tidak menjamin penelitian itu akan diumumkan apabila PN Jakpus telah mengirimkan salinan putusan MA. Untuk itu, IPB akan mempelajari terlebih dahulu bagaimana bunyi persis amar putusan MA tersebut.(amf)


Terkait