Wawancara

Cak Lontong: Saya Suporter NU Terus, Masa Pindah ke MU?

Senin, 13 Februari 2017 | 02:02 WIB

Pelawak Cak Lontong menguraikan pengalamannya bersinggungsn dengan tradisi, tokoh, dan warga NU. Menurut dia, orang NU itu santai, tidak ribet, dan bisa mengurusi dirinya sendiri. Dan tentu saja sangat kental dengan nuansa budaya.

Hal itu dikemukakannya beberapa saat sebelum tampil di peringatan Hari Lahir NU ke-91 di halaman gedung PBNU, Jakarta, 31 Januari lalu, sembari memilih batik NU yang cocok untuk dikenakannya.

Berikut wawancara lengkap Cak Lontong dengan Abdullah Alawi dari NU Online:

Sejak kapan Anda mengenal NU?

Saya dari dulu suporter NU memang, mulai zaman kuliah. 

Maksudnya suporter itu bagaimana? 

Oh iya, saya kan Gusdurian. Zaman Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid, Ketua Umum PBNU 1984-1999) lawan siapa dulu, Abu Hasan, zaman Orde Baru itu, zaman itu kan lagi rame-ramenya Gus Dur sama Orde Baru, penggemar Gus Dur, mulai itu. Tahun berapa itu?

Tahun 1994, Muktamar Cipasung

Iya, betul, saya manut sampeyan. Sampeyan lebih tahu. 

Pada 1994 Anda berpihak ke Gus Dur, cara pandang Anda waktu itu bagaimana?

Sebenarnya kan tahun 1994 itu saya mahasiswa. Pada tahun 1994 itu tidak ada mahasiswa yang berpihak pada pemerintah. Kalau berpihak, berarti bukan mahasiswa, itu cari gelar. Kalau mahasiswa, tidak ada tahun segitu yang senang Orde Baru, tak ada. Nah, Abu Hasan kan produknya Orde Baru. Dulu kan melihatnya begitu. 

Yang menarik dari Gus Dur itu apa?

Secara kulturnya adalah orang Jawa, Jawa Timur, kulturnya tidak jauh-jauh. Terus humornya juga, selera humornya luar biasa. Gus Dur itu lawaknya universal sebenarnya. 

Sebelumnya 1994 sama sekali tidak mengenal NU?

Bukan sama sekali, saya kan kenal Gus Ipul (H Syaifullah Yusuf, Wakil Gubernur Jawa Timur), sudah lama, rektor saya Pak Nuh, orang NU, dulu kuliah.

Oh ya, tadi Anda bilang sebagai supporter NU. Akan sampai kapan menjadi supporter NU?

Ya terus dong. Masa mau pindah ke MU.

Supporter dalam bentuk apa?

Apa ya, kalau orang merasa cocok, karena saya juga, satu, saya kan orang Jawa.

Masa kecil tidak pernah dengar NU? 

Udah. Dulu saya punya topi banyak tak bordir, topiku dulu tak bordir NU kalau zaman SMA, kuliah topiku masih bordiran NU. Kecil di kampung tahlilan ikut, dzikir wida. Tetangga saya dulu modin.

Kesan bersinggungan dengan orang-orang NU bagaimana?

Nyantai, nyantai tidak ribet. Terus budayanya itu kental. Misalnya acara gini kan harlah NU, ulang tahun, nyantai aja peringatannya, walaupun Nahdliyin pada datang rame, tidak perlu nyari gedung harus penuh. Enak, ya nyantai. Menurut saya, orang NU itu bisa mengurus dirinya sendiri, tidak ngerepoti. Kalau ada acara, yang datang tak mau ngerepoti tuan rumahnya. 

Ada kritik untuk NU?

Wah, kalau itu saya tidak perlu.

Ke anak-anak Cak Lontong pernah memperkenalkan NU?

Oh anak saya tahu NU. Anak saya yang SMA dan SMP tahu NU. NU tahu. Walaupun tak jadi pengurus, tapi follower, tahu. 


Terkait