Wawancara

Kominfo Dukung Dakwah Islam Ramah di Dunia Maya

Selasa, 30 Mei 2017 | 00:01 WIB

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia berkepentingan untuk memastikan dunia maya dipenuhi dengan konten-konten positif. Dalam bidang keagamaan, di satu sisi, Kominfo mendukung situs yang memuat konten-konten Islam ramah. Di sisi lain, melakukan blok pada situs yang negatif dan pemecah belah persatuan.   

Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara hal itu dilakukan harus dilakukan agar dunia maya ini tidak disalahgunakan dengan hal-hal yang negatif. Acuannya UU ITE yang sudah direvisi tahun 2016 yang lalu. 

Untuk lebih mengetahui apa dan bagaimana dukungan Kominfo terhadap konten positif, Abdullah Alawi dari NU Online mewawancarai Menteri Rudiantara di gedung PBNU, Jakarta, Senin (22/5). Berikut petikannya: 

Bagaimana dukungan Keminfo kepada dakwah Islam ramah? 

Ini sangat relevan terutama dengan situasi sekarang ini. Artinya inkusivisme Islam, sebagai agama yang dianut masyarakat di Indonesia, tentu harus banyak menyampaikan pesan-pesan damai, inklusif (terbuka), rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam), bukan yang sifatnya eksklusif (tertutup). Bagaimanapun para pendiri NU juga dulunya dengan Muhammadiyah yang menjadi motor pendiri bangsa ini. Jadi, kita tidak akan bisa keluar dari koridor NKRI. Dan saya yakin banyak konten, sumber daya manusia dari NU yang bisa memberikan kontribusi. Nanti dari PBNU menyediakan konten-kontennya, Kominfo membantu mendistribusikannya sehingga menjadi diterima, dinikmati oleh masyarakat luas. 

Kalau ada media baik tv, radio, atau online yang dakwahnya tidak inklusif itu bagaimana?

Begini, kategorinya apa, kalau media online tentu ada aturan juga, bukan hanya UU ITE, tetapi kita juga bisa mengacu kepada UU Pers dan kami sangat dekat hubungannya dengan Dewan Pers; dan di sana disyaratkan, di Dewan Pers juga sedang mendorong program verifikasi namanya. Artinya sebagai media, sekarang kan tidak perlu mendapatkan izin lagi dari pemerintah. Tapi ada beberapa hal yang harus dipenuhi, contohnya kejelasan dimana dia alamatnya. Kemudian penanggung jawab dari news roomnya. Artinya redakturnya siapa. Nah, kalau tidak ada dua itu, tidak bisa dianggap masuk kategori produk pers. Kalau tidak produk pers berarti bisa UU ITE. Kalau sudah itu acuannya, kalau bertentangan dengan UU ITE Pasal 27, 28, 29, ya kita akan melakukan sesuai aturannya. Dalam hal ini bertentangan, bisa diblok, bisa ditindaklanjuti proses hukum bahkan ya. 

Sampai pada tahap diblok, berdasarkan UU tersebut, apakah harus ada pihak yang mengadukan terlebih dahulu? 

Tidak perlu. Yang penting kan ada peraturan, ada UU-nya, ada dasarnya, ada legislasinya. Kalau berdasarkan ada pengaduan dulu, kita terlambat dong. 

Apa pentingnya pemerintah melakukan hal itu?

Untuk melakukan pembatasan akses. Harus. Karena biar bagaimanapun kita harus menjaga yang namanya dunia maya ini tidak disalahgunakan dengan hal-hal yang negatif. Acuannya kembali ke UU ITE yang sudah direvisi tahun 2016 yang lalu. 

Isinya bagaimana? 

Perbedaannya dengan UU ITE sebelum direvisi adalah pasal 27 ayat 3 khususnya, yaitu kalau sebelumnya ancamannya sampai dengan 6 tahun, di atas 5 tahun. Jadi, aparat penegak hukum bisa menangkap yang bersangkutan dahulu. Kalau sekarang di bawah 5 tahun. Jadi, harus ada, delik aduan, megadunya kepada pihak aparat penegak hukum karena di bawah 4 tahun. Itu yang pertama. Tapi kontennya, subtansinya tidak perlu menunggu aduan selama itu dianggap bertentangan dengan UU, misalnya mengadu-domba masyarakat, provokasi, agitasi, atau juga bertentangan dengan SARA. 

Kalau di media sosial bagaimana seperti Facebook, Twitter? 

Ada dua, satu ranah publik, satu ranah privat. Kalau ranah publik, karena sifatnya publik, ya kita kita masuk cepat. Kalau ranah privat, pada umumnya, apakah bertentangan dengan penegakkan hukum tidak. Kalau bermasalah dengan penegakkan hukum, otomatis kita akan masuk dengan fungsi pada umumnya. Kalau memang dinyatakan oleh penegak hukum, misalkan itu bertentangan dengan aturan yang ada, kami akan masuk. 

Kominfo sebagai pihak yang mendukung dakwah islam yang ramah, bagaimana proses sampai memblokir sebuah situs dan akun medsos yang bertentangan dengan hal itu? 

Begini, memblokir itu salah satu upaya, tapi memblokir itu adalah upaya yang cape. Kita harus mengimbanginya. Karena apa? Membelokir itu sama dengan menyembuhkan orang sakit, harus  disuntik, kasih obat, dan lain sebagainya, tapi kita harus fokus, pada bagaimana membuat orang sehat, yaitu dikasih makanan yang empat sehat lima sempurna, olahraga teratur. Nah, kita mengarah ke sana. Dengan cara apa? Dengan cara edukasi, dengan cara kita mengajak NU, Muhammadiyah dan yang lainnya, untuk mengimbangi konten negatif ini. Kalau ada namanya black list, kita juga harus ada white list. Saya datang ke sini (ke PBNU) juga adalah koordinasi untuk meminta bantuan NU bagaimaana menyediakan konten-konten positif karena kan NU banyak manyrakatnya dan kapasitas kompetensinya luar biasa. 

Amatan Pak Menteri kenapa dakwah radikal lebih agresif. Apakah ada pihak yang mendesain atau alamiah?

Didesain bisa saja. Tapi pihak intelejen lebih memahami. Tapi dari kami memang ini adalah keterbuakaan teknologi. Teknologi ini ibarat pedang bermata dua. Bisa positif dan bisa negatif. Nah, kita memitigasi dampak negatifnya, yang dicari dampak positifnya. Hari ini yang akan dilakukan dengan NU banyak yang positifnya, antara lain dengan inklusi keuangan. Banyak warga Nahdliyin yang bisa masuk di situ. Bahkan kalau perlu, bisa membuat semacam subsistem dari NU untuk segera bisa berpartisipasi dalam program inklusivisme keuangan. Kemudian dalam konteks seperti saya katakan tadi, saya yakin banyak gus-gus yang senior, maupun gus-gus muda, yang bagus dalam tulisannya ini, banyak, nanti kami yang akan bawakan ke kanal-kanalnya. Kemudian dalam rangka bulan Ramadhan, kan di televisi ada ceramah, di RRI, di TVRI. Tadi saya ajak Dirut RRI, Dirut TVRI, lembaga penyiaran publik tadi, kalau dalam hal agama kan bukan bidangnya, tetapi kita akan sampaikan kepada masyarakat bulan puasa ini ceramah agama. Coba aja lihat di TVRI, kita perlu 210 pembicara, 210 paket untuk direkam disyiarkan, dari mana? Ya, kalau kita mencari air kan ke sumbernya, kalau kita bicara agama, agama Islam yang paling besar NU, ya kita datang ke NU. 


Terkait