Wawancara

Wali Band: Ketua Umum PBNU Guru Kami

Kamis, 23 Februari 2017 | 02:01 WIB

Wali Band: Ketua Umum PBNU Guru Kami

Kiai Said (bersorban) menyerahkan cendera mata yang diterima personel Wali Aan Kurnia (Apoy) ditemani Faang

Pada pertengahan Januari tahun ini, para personel grup band Wali bersilaturahim ke PBNU. Mereka ditemani Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah PBNU KH Abdul Ghaffar Rozin menemui Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam rangka penjajakan kerja sama program Ayo Mondok tahun ini. 

Sebelum menerima kerja sama tersebut, Wali ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada Kiai Said tentang ssituasi saat ini, serta pernyataan-pernyataan Kiai Said yang beredar “miring” di media sosial. Juga isu miring tentang NU. 

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Wali kepada Kiai Said, dimuat secara berseri: 

Kiai Said menerima mereka di ruangannya lantai tiga gedung PBNU, Jakarta, Rabu sore (18/1) dengan santai selama sejam lebih. Pertemuan tersebut diakhiri dengan pesan Kiai Said yang berbunyi: 

Jangan sombong dipuji 

Jangan minder dicaci

Ya rahman, ya rahim, ya qowiy ya mathin, ya fattahu ya alim ya rozzaqu ya karim ya hayyu ya qoyyum ya ghaysal mustaghits, aghitsna wal muslimin. 

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Selepas pertemuan tersebut, NU Online sempat mewawancarai salah seorang personel Wali, Aan Kurnia (Apoy). Berikut petikan wawancaranya dengan Abdullah Alawi.

Pertanyaan yang diajukan Wali kepada Kiai Said tadi ANda bilang sebagian titipan dari teman-teman, termasuk fans Wali?

Pertanyaan mereka melalui Twitter, melalui grup WathsAap, kayaknya bukan cuma pertanyaan Parawali (sebutan untuk fans Wali) doang, tapi teman-teman pesantren, alumni-alumni pesantren, 

Pesantren mana saja?

Pesantren La Tansa, Darul Qolam, termasuk Parawali. 

Apa sebagai bentuk klarifikasi? 

Ini bicara bukan klarifikasi, tetapi satu kewajiban bagi kami sebagai Wali, sebagai santri untuk memback up, membela guru-guru, dan kiai-kiai, sampai apa pun yang terjadi. Tapi kami tidak diajarkan untuk taqlid ‘ama (taklid buta), bagaimanapun butuh hujjah syar’iyyahnya (dalil agama), karena itulah pola, gaya belajar didik-mendidik yang kami dapatkan pada saat waktu di pesantren.

Secara pribadi Anda mengenal NU? 

Sebelum-sebelumnya, iya, hanya stereotif (gambaran miring) ya. Hanya bisa saya bilang, kulitnya. Tapi subhanallah… 

Kesan pertama dulu terhadap NU bagaimana? 

Bukan kesan pertama dari dulu, bahkan sampai yang terakhir pun, memang banyak pemberitaan liar tentang NU selama ini yang luar biasa. Setelah klarifikasi, ternyata banyak, naudzubillahi min dzalik, banyak fitnahnya ya. Itulah… 

Stereotif dalam artian jelek kan?

Ya. 

Oh ya, kenapa Wali mau ikut program Ayo Mondok? 

Begini. Bukan ikut program Ayo Mondok, tapi minimal mau tahu tentang NU itu seperti apa. 

Wawancara terpotong beberapa menit karena Apoy berswafoto dahulu dengan para personel lain di ruangan Kiai Said. 

Kami tidak mau jadi hanya sebagai “kosmetik” atau “fesyen” doang ya. Tapi minimal kami bisa memberitakan kepada khalayak masyarakat, dengan sedikit kemampuan kami, bahwasanya NU itu seperti ini, termasuk itu tadi Ayo Mondok. Kalau di awal tadi dibilang, ikut program Ayo Mondok, nanti,  belakangan, kami mau bertanya lebih dulu kepada guru kami, Kiai Said Aqil apa yang terjadi. 

Kenapa menganggap Kiai Said Aqil sebagai guru?

Ya jelas karena apa yang disampaikan tadi, sam’an watha'atan (mendengar dan taat) terhadap guru-guru kami adalah prinsip dasar kami, sebagai Wali, sampai saat ini sebagai santri; 

Bagaimana kesan bertemu Kiai Said? 

Luar biasa. Luar biasa. 

Bagaimana luar biasnya? 

Buat kami syekh kami, guru kami, kiai kami, mengajarkan kami bahwa semuanya bersumber kepada Allah, bersumber kepada Rasulullah, dan tidak ada doktrin yang negatif terjadi, tetapi kami disuruh berpikir; sebagaimana murid terhadap guru, memberikan kebijakasanaan-kebijaksanaan, luar biasa argumentatif. 

Bisa cerita pengalaman Anda di pesantren. Apa penting seorang anak itu mengalami pendidikan di pesantren?

Sangat penting karena di pesantren tidak hanya, ada tarbiyah, karena tarbiyah itu lebih penting, pendidikan itu lebih penting daripada pengajaran. Kita dididik secara mental, dididik secara berpikir, bagaimana ber-Islam lebih baik, dan seterusnya. Itu kami pikir, pesantren wadah atau sarana pendidikan yang sangat-sangat luar biasa.

Bagi kalangan orang tua semua kelas, kelas atas, menengah, dan bawah masih sangat layak menyerahkan pendidikan anak ke pesantren?

Sangat-sangat layak.




Terkait