Daerah PILKADA

Fatayat NU Jateng: Jangan Golput!

Kamis, 16 Mei 2013 | 01:02 WIB

Kudus, NU Online
Pimpinan Wilayah Fatayat NU Jawa Tengah melarang anggotanya bersikap golput dalam pilihan kepala daerah ((pilkada) 26 Mei mendatang.  Kaum perempuan terutama anggota Fatayat harus menggunakan hak pilihnya untuk menentukan pemimpin lima tahun mendatang.<>

“Fatayat tidak mengarahkan dukungan. Hanya mengajak anggota  Fatayat harus memilih, tidak boleh golput !”tegas ketua PW Fatayat NU Jateng Khizanatur Rohmah  kepada NU Online saat menghadiri seminar kesehatan yang diadakan IPNU-IPPNU Kudus, Selasa (14/5) kemarin. 

Sebagaimana diwartakan, pilkada untuk pemilihan gubernur Jawa Tengah diadakan bersamaan pemilihan bupati Kudus pada 26 Mei mendatang.

Khizana menyatakan dalam menentukan pilihan, warga Fatayat tidak boleh asal pilih tapi harus tahu visi misi calon. Dengan begitu, akan mengetahui calon pemimpin yang baik.

“Kalau golput pada akhirnya sepakat dengan pemimpin terpilih padahal kita belum tentu tahu prilakunya baik atau malah korupsi,” tandasnya lagi.

Khizana mengharapkan perempuan memiliki kecerdasan dalam segala aspek kehidupan termasuk yang berhubungan dengan politik. Perempuan yang cerdas, katanya, tidak akan mudah diperalat maupun diperdaya sehingga bisa berafiliasi menentukan pilihan yang tepat.

“Kita menyadari perempuan (NU) pendidikan formal  yang aksesnya sampai perguruan tinggi masih jauh dari harapan yang berakibat perempuan mudah diperdaya,” paparnya.

Terkait pencalonannya sebagai  anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mendatang, Khizana menyatakan kesiapannya.  Ia menyatakan pencalonannya berangkat dari dorongan dan kesepakatan semua Pimpinan Cabang dalam  muskerwil Fatayat NU Jawa Tengah beberapa waktu lalu.

“Diantara calon DPD lainnya, hanya saya satu-satunya calon perempuan dari kalangan nahdliyyin. Dengan dukungan dan doa restu sahabat-sahabat dan kiai di Jawa Tengah, saya bismillah maju,” ujarnya.

Ia memaparkan posisi perempuan dalam ranah kebijakan publik belum sesuai harapan. Perempuan masih dijadikan obyek  eksploitasi semata , sementara kebijakan publik masih cenderung bias gender.

“Setelah diputuskan MK, posisi DPD sama dengan DPR sebagai legislalator. Nah kalau kita masuk didalamnya, perjuangan kita akan semakin mengena  karena yang mengerti persoalan perempuan ya perempuan sendiri terutama kebijakan publik,” katanya menegaskan hal itu sebagai visi misinya.


Redaktur     : A. Khoirul Anam
Kontributor : Qomarul Adib