Daerah

Gus Muwafiq kepada Generasi Milenial: Belajarlah Sejarah Bangsa dengan Utuh

Kamis, 24 September 2020 | 07:30 WIB

Gus Muwafiq kepada Generasi Milenial: Belajarlah Sejarah Bangsa dengan Utuh

Gus Muwafiq saat menyampaikan ceramah agama di Pendopo Pemerintah Kabupaten Jombang, Jawa Timur. (Foto: Istimewa)

Jombang, NU Online
Dai kondang Nahdlatul Ulama (NU), KH A Muwafiq atau yang kerap disapa Gus Muwafiq mengingatkan generasi milenial agar memahami sejarah bangsa secara utuh. Terutama sejarah berharga yang telah dilakukan tokoh-tokoh NU untuk pembangunan bangsa Indonesia.
 
“Bagi milenial, Kiai Hasyim, Kiai Wahab, Kiai Bisri dianggap tidak mempersatukan umat Islam. Seolah-olah Islam bersatu sejak ada aksi berjilid-jilid itu. Ada anak-anak baru atau milenial yang mengatakan ini,” katanya saat mengisi pengajian umum di Pendopo Pemerintah Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (23/9) malam.
 
Kiai asal Jogjakarta ini menambahkan, generasi milenial tersebut lupa dengan sejarah. Dulu santri pernah mempersatukan Islam di Indonesia. Dengan bahasa ‘ala, yaitu Majelis Islam A’la Indonesia (MIA) ketuanya KH Wahid Hasyim pada tahun 1937
 
Namun, di sana terjadi gontokan maka berdiri Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dipimpin KH M Hasyim Asy’ari. Lalu berpisah karena ada orang-orang yang punya prinsip bahwa ulil amri minkum, kata 'kum' itu adalah pemimpin mereka sendiri. 
 
“Mereka lupa sejarah, kaum santri pernah menyatukan umat Islam. Dunia generasi milenial hanya selebar daun kelor (handphone),” imbuhnya.
 
Gus Muwafiq menjelaskan, generasi milenial yang tidak paham sejarah ini membuat salah cara menafsirkan tindakan mempersatukan anak bangsa oleh ulama dahulu.
 
Ulama punya tradisi yang bagus sejak dulu untuk menjaga persatuan seperti halal bi halal, salaman setelah shalat, doa, dan zikir bersama setelah shalat, doa bersama dalam bentuk istighotsah, serta makan bersama-sama. 
 
Sekarang, sebagian itu menurut Gus Muwafiq mulai dihilangkan oleh pihak tertentu karena dianggap masalah agama yang tidak ada tuntunannya. Hal ini menurutnya adalah salah satu cara untuk membuat gaduh di kalangan umat Islam. Dampaknya, antarumat, lebih-lebih anak bangsa mudah terpecah belah. 
 
“Kenyataannya kita menghadapi perbedaan setiap hari. Perbedaan warna kulit, makanan, agama, suku terbanyak ada di Indonesia. Prinsip kebersamaan yang diajarkan nenek moyang ini tak boleh dicabut. Kita punya karakter bangsa yang sangat kuat,” ujar Gus Muwafiq.
 
Gus Muwafiq menyarankan, kalau mau berkawan maka carilah yang memiliki prinsip 'kum' dalam kata ulil amri minkum berarti bersama. Dan hal ini bisa ditemui salah satunya di kalangan NU, pesantren atau santri.
 
Dalam pengamatan Gus Muwafiq, anak-anak milenial banyak lupa sejarah, tidak sesuai dengan pesan Bung Karno 'Jas Merah'. Sedangkan santri punya tradisi mengenang sejarah sejak dulu. Jangankan sejarah orangnya, peninggalannya saja tidak boleh dilupakan, seperti haul dan sejenisnya.
 
"Semisal ada rutinan haul tokoh agama di suatu daerah, maka secara otomatis mereka juga menghormati dan cinta dengan daerah tersebut karena paham sejarah,” tandasnya.
 
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syamsul Arifin