Ketika Dayah Putri Muslimat Samalanga Berjuang Mandiri, Posko dan Bantuan Pemerintah Tak Kunjung Datang
NU Online · Ahad, 28 Desember 2025 | 05:00 WIB
Gotong royong santriwati Dayah Putri Muslimat Samalanga membersihkan lumpur. Dayah dengan jumlah santriwati mendekati seribu orang itu kehilangan hampir seluruh sarana pendukung pendidikan. (Foto: NU Online/Helmi Abu Bakar)
Helmi Abu Bakar
Kontributor
Bireuen, NU Online
Genangan lumpur masih membekas di sudut-sudut ruang belajar Dayah Putri Muslimat Samalanga, Kabupaten Bireuen. Meski air telah surut, jejak banjir bandang dan longsor yang menerjang kawasan ini pada 26 November 2025 meninggalkan luka panjangâbukan hanya pada bangunan fisik, tetapi juga pada denyut pendidikan santriwati yang selama ini tumbuh dalam kesederhanaan dan kemandirian.
Banjir bandang yang oleh warga setempat disebut sebagai âtsunami bandangâ, karena daya rusaknya dinilai lebih dahsyat dibanding tsunami Aceh 2004, menghantam kawasan dayah tanpa ampun. Dayah dengan jumlah santriwati mendekati seribu orang itu kehilangan hampir seluruh sarana pendukung pendidikan. Ratusan unit komputer, kitab-kitab pustaka, meubelair kantor, hingga ruang-ruang belajar rusak berat terseret lumpur. Taksiran kerugian mencapai sekitar Rp4 miliar.
âSebanyak 110 unit komputer laboratorium rusak total, enam unit komputer administrasi hancur, kitab dan buku pustaka tidak bisa diselamatkan, seluruh mobiler kantor rusak, serta meja dan kursi belajar di 15 ruang kelas habis,â ungkap Sekretaris Yayasan Al-Hanafiah Dayah Putri Muslimat Samalanga, Abi Muhajir, kepada NU Online, Sabtu (27/12/2025).
Bertahan Tanpa Posko dan Bantuan Pemerintah
Yang membuat kondisi ini kian pilu, menurut Abi Muhajir, adalah kenyataan bahwa selama hampir sebulan pascabencana, penanganan sepenuhnya dilakukan secara mandiri oleh pihak dayah. Tidak ada posko bantuan resmi, tidak ada dukungan alat berat dari pemerintah, bahkan kunjungan pun belum pernah dilakukan.
âPenanganan bencana kami lakukan sendiri bersama para guru. Kami tidak membuka posko donasi. Bantuan yang datang hanya dari simpatisan. Untuk membersihkan lumpur, kami menyewa alat berat dengan biaya sendiri. Hingga hari ini belum ada bantuan dari pemerintah,â ujarnya lirih.
Ia menegaskan, pihak dayah memang tidak pernah mengajukan proposal atau permintaan bantuan secara resmi. Namun, rasa kecewa tak bisa disembunyikan.
âKami tidak pernah meminta. Tapi kalau ada yang memberi, tentu kami terima. Faktanya, sampai sekarang belum ada bantuan dari pemerintah,â tambahnya.
Santriwati Bertahan di Tengah Lumpur
Selama masa darurat, sekitar 100 santriwati tetap bertahan di lingkungan dayah. Di tengah keterbatasan, mereka bergotong royong membersihkan lumpur bersama para guru, menyelamatkan kitab yang masih bisa digunakan, serta menata ulang ruang belajar seadanya.
Haji Fauzi, wali santriwati asal Bireuen, menyaksikan langsung kondisi tersebut.
âAnak-anak ini luar biasa. Mereka bukan hanya korban, tapi juga pejuang. Dalam kondisi seperti ini, mereka ikut membersihkan lumpur dan membantu para guru. Tapi sebagai wali, kami tentu berharap ada perhatian dari pemerintah,â ujarnya.
Menurut Haji Fauzi, Dayah Putri Muslimat bukan sekadar lembaga pendidikan, melainkan tempat menitipkan masa depan anak-anak perempuan Aceh.
âKalau dayah ini tidak segera pulih, yang terancam bukan hanya bangunannya, tetapi pendidikan dan masa depan mereka,â katanya.
Aktivitas Pendidikan Terhenti Sementara
Dayah Putri Muslimat Samalanga menaungi pendidikan berjenjang, mulai dari SMP Muslimat, SMA Muslimat, hingga pendidikan dayah muâadalah. Banjir bandang membuat seluruh aktivitas pendidikan lumpuh total. Setelah hampir sebulan, pihak dayah akhirnya memutuskan memulangkan seluruh santriwati.
âMulai hari ini semua santri kami minta pulang karena kondisi sudah relatif kondusif, meskipun sarana pendidikan belum pulih,â jelas Abi Muhajir. Keputusan tersebut diambil demi keselamatan dan kesehatan santri, sembari menunggu proses pemulihan fasilitas.
Suara Wali dan Semangat Bangkit
Kekecewaan serupa disampaikan Abdullah, wali santriwati asal Pidie. Ia mengaku heran dengan minimnya perhatian pemerintah terhadap lembaga pendidikan yang terdampak sangat parah.
âDayah ini mendidik anak-anak perempuan, calon ibu generasi Aceh. Tapi ketika musibah datang, seolah dibiarkan berjuang sendiri,â katanya.
Menurutnya, justru masyarakat sekitar yang saling membantu meski sama-sama terdampak bencana. âBanyak warga juga korban, tapi masih menyisihkan tenaga dan bantuan. Ironis jika negara justru tidak terlihat,â ujarnya.
Meski dilanda keterbatasan, semangat kemandirian khas pesantren tetap menyala. Para guru, santri, wali, dan simpatisan bergotong royong membersihkan lumpur, memperbaiki ruang seadanya, serta menata kembali kehidupan dayah.
Abi Muhajir menyebut dukungan moral dari berbagai pihak, termasuk tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama, menjadi penguat di tengah sunyi bantuan. Salah satu simpatisan yang hadir adalah Adam Wali asal Pidie, yang datang langsung melihat kondisi dayah dan menyampaikan keprihatinannya.
âKami percaya pendidikan ini adalah amanah. Meski tanpa sorotan dan bantuan besar, kami akan terus berusaha bangkit,â kata Abi Muhajir.
Menunggu Kepedulian Nyata
Hingga kini, Dayah Putri Muslimat Samalanga masih menunggu sentuhan kebijakan yang berpihak. Bukan untuk dimanjakan, melainkan agar proses pendidikan santriwati dapat kembali berjalan normal. Para pengelola berharap negara hadir bukan sekadar dalam retorika, tetapi dalam aksi nyata.
Banjir bandang telah berlalu, lumpur mulai mengering. Namun satu pertanyaan masih menggantung: sampai kapan lembaga pendidikan berbasis pesantren harus selalu menjadi yang terakhir diperhatikan?
Di Dayah Putri Muslimat Samalanga, jawaban itu belum datang. Yang tersisa adalah keteguhan, bahwa pendidikan akan terus hidup, meski harus bangkit dari lumpur, dan meski tanpa sentuhan pemerintah.
============
Para dermawan bisa donasi lewat NU Online Super App dengan mengklik banner "Darurat Bencana" yang ada di halaman Beranda atau via web filantropi di tautan berikut: filantropi.nu.or.id.
Terpopuler
1
Pertemuan Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah di Lirboyo Putuskan Muktamar Ke-35 NU Bakal Digelar Secepatnya
2
Khutbah Jumat: Rajab, Shalat, dan Kepedulian Sosial
3
Islah Tercapai di Lirboyo, Kiai Miftach dan Gus Yahya Sepakat Gelar Muktamar Ke-35 NU Bersama
4
Khutbah Jumat: Meraih Ampunan dengan Memperbanyak Tobat di Bulan Rajab
5
Khutbah Jumat: Menjaga Diri dari Dosa di Bulan Rajab
6
Penuhi Undangan Kiai Sepuh, Gus Yahya Hadiri Silaturahim Mustasyar-Syuriyah di Pesantren Lirboyo
Terkini
Lihat Semua