Daerah

Mengurai Psikologi Remaja Pembunuh Bocah di Makassar

Sabtu, 14 Januari 2023 | 13:00 WIB

Mengurai Psikologi Remaja Pembunuh Bocah di Makassar

Ilustrasi (Freepik)

Sumenep, NU Online
Jagat maya dihebohkan dengan kasus penjualan ginjal bocah FS (11) di Makasar oleh dua remaja AR (17) dan AF (14). Motif pembunuhan diduga lantaran tergiur menjual organ tubuh dengan harga ratusan dolar.


Menanggapi peristiwa tersebut, Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Cabang Sumenep Kiai Zamzami Sabiq Hamid, mengatakan, perilaku kekerasan atau agresivitas yang dilakukan oleh dua remaja dengan membunuh bocah berusia 11 tahun merupakan kondisi komplek. 


"Di samping lemahnya kontrol sosial yang menjadi faktor lingkungan, konten negatif di internet yang menampilkan jual beli organ tubuh menjadi faktor pemicunya. Dari hal tersebut menjadikan diri pelaku terpengaruh, ingin cepat mendapatkan uang dengan cara mudah dan cepat kaya. Hal ini akhirnya menghilangkan nilai kemanusiaan pada diri seseorang," ujarnya saat dikonfirmasi NU Online, Jumat (13/1/2023).


Menurutnya, hal ini akan semakin parah jika pelaku memiliki kecenderungan sebagai psikopat. Maksudnya, orang yang memiliki gangguan kepribadian, yang ditunjukkan dengan perilaku kasar, tidak sensitif, manipulatif, dan antisosial. 


Sekretaris Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) Sumenep itu menegaskan, pelaku tidak merasa jijik bisa jadi karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab perbuatan mereka. Faktor ini bisa terjadi jauh-jauh hari dan berulang-ulang, seperti menyaksikan perilaku kekerasan dalam kehidupan sehari hari di rumah atau lingkungan sekitar.


Dimungkinkan adanya riwayat menjadi korban perilaku kekerasan, baik verbal maupun fisik serta stresor psikososial dalam kehidupan sehari-hari, seperti masalah keuangan, pertengkaran, perceraian, pendidikan, pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga situasi tempat tinggal. Faktor-faktor yang cukup banyak ini menjadikan pelaku melakukan agresivitas.


"Yang sering terjadi, mereka mendapatkan triger paparan media mengenai kekerasan, film, games, tontonan YouTube, TV, media sosial, dan lain-lainnya," ungkap Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Nasyrul Ulum Aengdake, Bluto, Sumenep ini.


Tak hanya itu, lingkungan menjadi salah satu faktor utama mencegah terjadinya agresivitas pada anak, terutama  lingkungan keluarga. Ia mengimbau, sebisa mungkin orang tua harus mendampingi anak, baik dalam tontonan serta dalam lingkungan sosialnya. Di samping juga memberikan arahan agar anak memahami apa yang baik dan buruk. 


Tindakan yang dilakukan oleh warga Makassar, kata dia, bagaimana pun juga sebagai sebab dan akibat dari apa yang dilakukan oleh kedua pelaku serta bagian dari sanksi sosial. Namun, akan lebih bijak jika kasus yang terjadi diserahkan kepada pihak yang berwenang untuk menangani hal tersebut sehingga tidak menimbulkan masalah baru.


Dosen Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-Guluk menyampaikan pesan pada seluruh orang tua, anak-anak dan remaja cenderung tidak bisa memfilter apa yang mereka tonton, baik di TV dan gawai.


"Untuk itu sudah seharusnya orang tua mendampingi anak ketika menonton tayangan, baik di TV dan gadget. Sehingga, bisa mengawasi dan mengarahkan jika yang ditonton oleh anak tidak sesuai dengan tahapan usianya," pintanya.


Kontributor: Firdausi
Editor: Kendi Setiawan