Daerah

Rebana, Jalan Pemusik Menuju Tuhan

Jumat, 21 Desember 2012 | 22:49 WIB

Solo, NU Online
IAIN Surakarta pada Kamis (20/12) malam, sedikit berbeda. Betapa tidak, kampus yang biasanya sudah sepi di sore hari, karena kelarnya proses perkuliahan, malam itu dibanjiri setidaknya dua ribu jama'ah.
<>
Bakda sembayang Isya, kira-kira pukul delapan, jama'ah dari wilayah Surakarta dan sekitarnya mulai memenuhi aula besar IAIN Surakarta. Mereka datang dengan mengenakan busana beragam untuk menghadiri dzikir dan Shalawat sekaligus peluncuran Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) JQH Al-Wustho IAIN Surakarta. 

Acara dimulai dengan pembacaan syair-syair yang ada dalam kitab al-Barjanzi, diiringi rebana, alat musik pukul, yang salah satu jenisnya dikenal dengan sebutan hadroh. Dipimpin grup Hadroh JQH Al-Wustho, para jama’ah khusuk mengumandangkan syair-syair pujian untuk Nabi Muhammad SAW

Dilanjutkan dengan peresmian Unit Kegiatan Mahasiswa Jami'atul Qurra wal Huffadz (UKM JQH) Al-Wustho IAIN Surakarta. UKM tersebut didirikan untuk menjadi ruang kreasi mahasiswa dalam bidang seni, khususnya shalawat, tilawatil Qur’an, dan kaligrafi.

Ketika sesi ceramah tiba, Habib Noval bin Muhammad Alaydrus mengawali tausiah dengan meminta grup hadrah yang ada dihadapannya membawakan lagu Aa Gym yang pernah populer beberapa tahun lalu, Jagalah Hati. Noval minta lagu tersebut diiringi dengan rebana, namun para pemusik grup hadroh JQH Al-Wustho canggung, belum pernah mengiringi lagu tersebut dengan rebana.

Saat itulah, Noval mengatakan bahwa musik, khususnya rebana, merupakan bagian yang sangat penting dari kebudayaan umat Islam.

"Musik khususnya rebana merupakan thariqah, salah satu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan Rasulullah Muhammad SAW. Bahkan, Nabi Muhammad SAW selalu membawa anjasah atau munsyid ke manapun beliau pergi. Rasulullah juga menampakkan kegembiraannya ketika seorang wanita menunaikan nadzarnya dengan menabuh rebana di hadapan beliau," begitu pimpinan Majlis Dzikir dan Ilmu Ar-Raudhoh, Solo, memaparkan tentang rebana. 

Dia mengingatkan, karena rebana dan shalawat itu penting, para penabuh rebana dan vokalis shalawat seharusnya tidak bersenda gurau atau bercakap-cakap ketika bershalawat. "penabuh rebana dan vokalis jangan bercanda saat membawakan shalawat," ujarnya.

Pemusik, kata Noval, harus menghadirkan rasa dan hati, membayangkan seolah sosok Rasulullah Muhammad SAW hadir di hadapannya. 

"Bayangkan kegembiraan masyarakat Madinah al-Munawarah saat menyambut hijrah Rosululloh. Dengan begitu, hadirin juga akan terbawa ke dimensi yang berbeda. Perasaan yang tidak bisa digambarkan dengan kata. Kedekatan dengan Sang Khalik dan kekasih-Nya yang menyebabkan air mata tidak terbendung, mulut ingin berteriak lantang memuji kebesaran Rasulullah Muhammad. Jika sudah seperti itu, maka nur Illahiah akan lebih mudah masuk di dalam hati," lanjutnya.

Selain berbicara musik, malam itu Noval mengupas tentang pentingnya cinta dalam kehidupan. 

Redaktur      : Hamzah Sahal
Kontributor  : Pekik Nursasongko