Daerah

Warga Depok Gelar Napak Tilas Sejarah Kota

Kamis, 15 Agustus 2019 | 03:30 WIB

Warga Depok Gelar Napak Tilas Sejarah Kota

Pintu gerbang Kota Depok (Wikipedia)

Depok, NU Online

 

Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-74, komunitas masyarakat sipil Kota Depok, Jawa Barat menggelar acara napak tilas kota Depok melalui acara bertajuk Jalan-Jalan Sejarah Keberagaman Depok Tempo Doeloe, yang akan digelar pada Sabtu, 24 Agustus 2019. Melalui acara ini, masyarakat, terutama kelompok muda, akan diajak untuk memahami sejarah Kota Depok yang multikultural dan beragam.

 

Koordinator kegiatan, Nor Hiqmah menjelaskan bahwa acara ‘jalan-jalan sejarah’ terbuka untuk semua kalangan. “Keberagaman dan toleransi merupakan kekayaan Kota Depok yang patut kita rayakan,” ungkap koordinator kegiatan, Nor Hiqmah di Depok, Rabu (14/8).

 

Para peserta yang mengikuti acara ini diajak untuk menelusuri situs-situs bersejarah di Kota Depok, mulai dari Rumah Pondok Cina, Gedung Gemeente Bestuur (Kotapraja) Depok, Paal Gedachtenis Aan Chastelein atau yang lebih dikenal dengan Tugu Chastelin, Rumah Presiden Depok, Depoksch Europesche School, Depoksch Kerk, hingga Stichting Cornelis Chastelein.

 

Keterangan bahwa Depok memiliki sejarah panjang tentang toleransi dan hubungan harmonis antar kelompok juga diperkuat oleh sejarawan JJ Rizal. Dalam sebuah keterangan, ia menjelaskan bahwa Depok memiliki keterkaitan yang erat dengan perdagangan Kerajaan Sunda di pedalaman Jawa bagian barat dengan kota bandarnya, Sunda Kelapa. Perdagangan ini memanfaatkan jalur sungai, yaitu Ciliwung. Dalam skema perdagangan itu, Depok berada di bagian tengah Ciliwung dan menjadi tempat transit para pedagang Cina.

 

Sebab itu, lanjutnya, ketika pejabat VOC Cornelis Chastelein membeli tanah di Depok secara bertahap pada tahun 1696, ia telah menemukan kehidupan masyarakat lokal dengan orang-orang Cina.

 

Pada waktu itu, Kehidupan ini bertambah beragam karena Chastelein membawa sekitar 150 pekerjanya yang mayoritas dari Makassar dan Bali untuk memulai idenya membangun komunitas pribumi yang religius dan cerdas dalam mengelola kekayaan alam secara mandiri.

 

“Dari sinilah interaksi sosial dan budaya antarkelompok yang berbeda suku, bangsa, dan agama menguat serta menjadikan Depok sebagai kota yang multikultural. Identitas Depok yang multikultural inilah yang sebaiknya terus diingat dan dirawat oleh generasi muda,” terangnya.

 

“Dari latar belakang demikian, kegiatan ini dibuat. Tujuannya untuk sama-sama pulang ke rumah sejarah, sehingga kita insyaf tentang Depok yang beragam sejak zaman baheula,” ujar Sejarawan JJ Riza.

 

Menurut Rizal, sejarah menunjukkan bahwa keberagaman Kota Depok bukan sekadar ditunjukkan dengan kehadiran orang atau kelompok dari berbagai latar belakang etnis dan agama, tapi juga dari upaya kelompok-kelompok yang berbeda tersebut untuk berbagi nilai terbaik mereka guna membentuk kebudayaan bersama.

 

Kampanye keberagaman Kota Depok ini melibatkan sejumlah organisasi masyarakat sipil di Depok, diantaranya Public Research & Advocacy Center (Pirac), Jaringan Gusdurian Depok, Komunitas Sejarah Depok (KSD), Komunitas Tanah Baru, Komunitas Bambu, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Inklusif, Gerakan Indonesia Kita (Gita), Search for Common Ground (SFCG), dan lain-lain. (Red: Ahmad Rozali)