Fragmen

KH Zainul Arifin dan Hari Tani Nasional

Selasa, 25 September 2018 | 00:45 WIB

KH Zainul Arifin dan Hari Tani Nasional

Pelantikan DPRGR (Dok. istimewa)

Tanggal 24 September diperingati di seluruh pelosok Bumi Pertiwi Indonesia sebagai Hari Tani Nasional. Tanggal itu diperingati setiap tahun sebagai kenangan atas diundangkannya Rancangan Undang Undang (RUU) Agraria melalui mekanisme perdebatan politis dan kompromi di DPRGR yang diketuai oleh politisi NU, KH Zainul Arifin menjadi UU No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau dikenal dengan Undang-Undang Pembaruan Agraria (UUPA). UU no 5 tahun 1960 tersebut masih berlaku hingga sekarang.

Pengganti UU Kolonial

Sudah sejak tahun 1948 pemerintah merancang UU Agraria Nasional sebagai pengganti UU Kolonial dengan membentuk Panitia Agraria Yogyakarta. Namun tumbuh kembangnya situasi politik di awal-awal kemerdekaan menimbulkan gejolak-gejolak yang menghambat kerja panitia.

Bahkan, dirilis situs Historia sampai empat kali gonta-ganti panitia masing-masing Panitia Agraria Jakarta 1952, Panitia Suwahyo 1956, Panitia Sunaryo 1958 dan akhirnya Rancangan Sujarwo 1960 belum juga RUU Pembaruan disidangkan untuk diundangkan.

Zainul Arifin sendiri memahami perkembangan masalah UU Agraria Nasional karena saat menjadi wakil perdana menteri (waperdam) dalam Kabinet Ali I (1953-1955) pemerintahnya mengeluarkan UU Darurat no 8 tahun 1954 guna mengatasi kasus perebutan hak penggarapan tanah oleh rakyat atas tanah perkebunan asing yang dulunya dikuasai perusahaan perkebunan penjajah Belanda.

Kasusnya menjadi terkatung-katung karena Indonesia terikat dengan Konferensi Meja Bundar dimana bekas perusahaan-perusahaan kolonial masih menuntut perlindungan. Namun, pada 1957 Indonesia membatalkan sepihak KMB seraya menasionalisasi perkebunan-perkebunan milik asing.

Tanah untuk Rakyat

Selanjutnya, pada 1958 dikeluarkanlah UU No 1/1958 yang menghapuskan hak tanah swasta dimana di zaman penjajahan Belanda tanah-tanah itu disewakan kepada orang-orang berduit hingga mereka leluasa menjadi tuan tanah di atas tanah yang disewanya. Tuan-tuan tanah berhak mengambil pungutan-pungutan terhadap rakyat, bahkan bisa memaksakan kerja paksa atas penduduk desa di sekitar tanahnya.

UUPA 1960 mengubah segalanya dengan drastis. UU ini melandasi hukum sehubungan dengan pembatasan penguasaan tanah, persamaan hak bagi setiap warga negara untuk memeroleh hak atas tanah, hak mendapat pengakuan secara hukum adat dan melarang pihak asing mendapatkan hak milik tanah. UUPA meletakkan landasan hukum berkenaan dengan distribusi penggunaan tanah yang dianggap monumental sekaligus revolusioner. 

Reformasi Agraria

Berpedoman pada UUPA, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1961 tentang kepastian hukum atas kepemilikan dan penguasaan tanah, pengurangan kelebihan atas tanah milik dimana kelebihan dibagikan ke petani. Juga, UU No 2 Tahun 1960 di undangkan guna dijadikan landasan hukum tentang Perjanjian Bagi Hasil (UUPBH).

"Salah satu keberhasilan kerja KH Zainul Arifin sebagai Ketua DPRGR adalah diundangkannya UU No.5 Tahun 1960 yang merupakan reformasi agraria yang sangat revolusioner," kata Ketua MPR Taufik Kiemas dalam sambutannya pada Peringatan seabad KH Zainul Arifin yang dilangsungkan secara nasional di Hotel Borobudur Jakarta pada 2009 silam.


Ario Helmy, penulis buku "KH Zainul Arifin, Penglima Santri: Ikhlas Membangun Negeri" (2015)