Internasional HARI SANTRI 2022

Cerita Santri asal Pamekasan Kuliah Doktoral Sains di Universitas Gifu Jepang

Sabtu, 22 Oktober 2022 | 19:00 WIB

Cerita Santri asal Pamekasan Kuliah Doktoral Sains di Universitas Gifu Jepang

Achmad Gazali bersama istri dan anaknya di Jepang. (Foto: dok. pribadi)

Jakarta, NU Online

Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jepang, Achmad Gazali memilih untuk melanjutkan pendidikan S3 nya di Gifu University Jepang selepas pendidikan S2 nya di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Ia didampingi sang istri yang juga aktif di Muslimat NU Jepang dan LTNNU Jepang.


“Saya memilih fakultas pertanian jurusan Sciences of Biological Environment dengan mendapatkan research assistant dan gratis SPP. Kebetulan istri saya juga melanjutkan pada kampus dan jurusan yang sama,” tuturnya kepada NU Online, Sabtu (22/10/2022).


Laki-laki kelahiran Pamekasan 11 Desember 1988 itu mengaku bahwa di Jepang lebih mudah dalam mengakses media belajar serta melakukan riset. Selain itu di Jepang memiliki etos kerja yang lebih tinggi. Meski demikian ia tidak memungkiri bahwa pendidikan di Indonesia memiliki kelebihan yang tidak dapat ditandingi khususnya dalam hal kebudayaan dan kekayaan alam.


“Saya ingin kader-kader NU memiliki kemampuan dalam bidang sains dan teknologi. Saya melihat NU masih minim yang mempelajari sains dan teknologi, sehingga harus kita perkaya karena mayoritas nahdliyyin ahli di bidang agama, sosial, dan budaya saja. Dengan mempelajari ilmu sains dan teknologi maka kader NU tidak akan ketinggalan, karena banyak juga imam-imam besar di dalam Islam yang mempelajarinya seperti Imam Ghozali, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, dan sebagainya,” terang ayah satu anak itu.


Alumnus pondok pesantren Miftahul Ulum Betet dan Pakong Pamekasan itu menceritakan prosesnya melanjutkan studi di Jepang yang di awali dengan mencari profesor yang sesuai dengan bidangnya. Kemudian membaca karya-karyanya, setelah itu menghubungi via email untuk menyampaikan keinginannya menjadi mahasiswa S3 dibidang yang sama serta menanyakan peluang yang ada.


“Jika gagal maka bisa diulang kembali. Usaha lain yang bisa dilakukan adalah dengan mengikuti seminar atau workshop penerimaan mahasiswa dari berbagai kampus, itu dapat membuka peluang besar untuk melanjutkan S3,” ujarnya.


Selain menempuh pendidikan, ia juga mengambil pekerjaan part time dalam memastikan dan memberi masukan terkait kehalalan suatu produk, serta bekerja dibidang packaging makanan ringan seperti coklat, dan permen buah kering.


Saat ini Ghazali juga aktif mengajar di masjid Nusantara Jepang sejak tahun 2019 lalu, selain itu juga mengajar mengaji di Suruga-ku Shizuoka, serta aktif menulis opini di surat kabar Indonesia.


Sebelum memutuskan mengambil studi di luar negeri, Ghozali sempat menjadi dosen di IKIP Budi Utomo dari tahun 2014-2015, kemudian menjadi dosen di MIPA Universitas Al-Ghifari Bandung dari tahun 2015. Ia juga sempat menjadi english teaching assistance di Ichiko Senior High School Shizuoka dari tahun 2020 hingga sekarang dan juga menjadi research assistance dan teaching assistance Facultu of Agriculture, Shizuoka University.


Ia mengungkapkan pencapaiannya saat ini tidak jauh dari kiat-kiat yang diterapkan, yakni dengan niat yang kuat, usaha yang gigih seperti membangun relasi dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang dapat membuka peluang lebar, pantang mundur saat gagal, hingga berdoa dan bertawakal minta restu kepada orang tua serta guru.


Ghozali meyakini bahwa doa kedua orang tua dan guru-gurunya sangat berpengaruh banyak terhadap pencapaiannya saat ini. 


"Sewaktu saya hendak keluar dan meninggalkan pesantren salaf miftahul ulum bettet Pamekasan, saya sangat sedih. Saya keluar bukan karena tidak betah, tetapi untuk melanjutkan pendidikan umum saya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu UIN Malang dan UGM Yogyakarta. Meskipun di pondok hanya 3 tahun namun saya merasa mendapatkan pendidikan akhlaq dan karakter yang sangat luar biasa, tanpa mengenyampingkan pendidikan karakter yang juga saya peroleh di pesantren yang lainnya, seperti di pondok pesantren Miftahul Ulum Padukoan Bicorong Pamekasan, Pesantren Alhamidiyah Malang, ataupun di pesantren Nailul Ula Ploso Kuning Yogyakarta," jelasnya.


Ia meyakini bahwa peran para kiai dan guru-gurunya yang mengajar dengan istiqomah mampu mengantarkannya pada pencapaiannya sekarang. Pesantren-pesantren tersebut baginya menjadi kiblat untuk memperbaiki diri lebih baik kedepannya.


Kontributor: Afina Izzati

Editor: Fathoni Ahmad