Internasional

Melihat Kantor PCINU dan Masjid An Noor di Daejeon Korea Selatan

Kamis, 13 Maret 2025 | 17:45 WIB

Melihat Kantor PCINU dan Masjid An Noor di Daejeon Korea Selatan

Ruang pertemuan di kantor PCINU Korea Selatan. (Foto: NU Online/Ahmad Mundzir)

Di jantung kota Daejeon, Korea Selatan, berdiri sebuah bangunan sederhana yang menjadi rumah bagi Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Korea Selatan. Kantor PCINU ini bukan sekadar ruangan biasa, ia adalah simbol perjuangan menjaga identitas keagamaan dan budaya Indonesia di tengah budaya K-pop dan modernitas negeri asing.


Daejeon, kota metropolitan kelima terbesar di Korea Selatan, memiliki populasi hampir 1,5 juta jiwa, tepatnya 1.467.468 penduduk pada tahun 2023. Kota ini dikenal sebagai pusat riset dan teknologi, namun juga menyimpan keragaman di sana. 


Berdasarkan data terbaru tahun 2024, di wilayah Daejeon/Sejong/South Chungcheong Province, 21% penduduk beragama Protestan, 10% Katolik, 17% Buddha, 2% agama lainnya, dan 51% tidak berafiliasi dengan agama tertentu. Meskipun Islam menjadi minoritas bahkan jumlahnya 1 persen pun dari total penduduk tidak sampai, kehadirannya turut mewarnai mozaik keberagaman kota ini.


Kami bersama 7 orang lain sebagai dai utusan Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) melakukan perjalanan menuju kantor PCINU Korea Selatan dimulai dari Bandara Internasional Incheon, Seoul, dengan jarak sekitar 200 kilometer yang ditempuh selama sekitar 3 jam perjalanan.


Saat kaki melangkah keluar dari bandara, suhu 7 derajat Celcius langsung menyergap tubuh, mengingatkan akan perbedaan iklim yang drastis dengan Indonesia. Namun, dinginnya udara tak mampu membekukan semangat para dai yang datang dengan misi dakwah di negeri ginseng ini.


Kantor PCINU sendiri terletak di lantai paling atas sebuah gedung berlantai empat di 82-9 Jung-dong, Dong-gu, Daejeon. Ruangan seluas sekitar 12x9 meter ini menjadi pusat aktivitas keagamaan dan sosial komunitas Nahdlatul Ulama di Korea Selatan. Lantai ruangan dilapisi karpet biru tua dan cokelat, menciptakan suasana elegan yang menenangkan.


Di bagian depan dalam ruangan itu, terdapat backdrop besar berwarna hijau dengan tulisan "Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Korea Selatan," dihiasi motif emas klasik yang memancarkan wibawa organisasi. Bendera NU dan PCINU Korea Selatan berdiri tegak di sisi kanan dan kiri backdrop.


Ruangan ini tidak sebagai tempat berkumpul biasa, tetapi juga pusat dakwah yang hidup. Dua layar televisi terpasang di dinding, memberikan fasilitas modern untuk presentasi atau streaming acara ke berbagai platform digital. Rak buku sederhana di sudut ruangan menyimpan kitab-kitab keislaman dan ke-NU-an dan dokumen penting, mulai dari hasil Bahtsul Masail hingga fasholatan karya Kiai Asnawi Kudus. Di ruangan ini, Ahad (2/3/2025) PCINU menggelar seremoni penerimaan dai LDNU di Korea Selatan.


Di balik ruangan utama terdapat ruang tamu kecil dan ruang penyimpanan atribut NU, aksesoris ke-NU-an yang menjadi bukti bahwa PCINU Korea Selatan tidak hanya menjaga spiritualitas, tetapi juga identitas budaya Indonesia di tanah perantauan. Di samping kiri rak buku, terdapat struktur organisasi PCINU yang tegas menempel pada dinding kantor yang baru ditempati pada Februari 2023 ini.


Di papan nama ini tertuang nama Mustasyar H. Syihabudin Ahmad Mufti bersama sejumlah nama lain. Rais Syuriyah dipimpin oleh H. Huda Ulinnuha Al Amien, dengan wakil-wakil seperti K. Ali Nurahim dan K. Muhammad Ali Ade Zakariya, serta jajaran A’wan yang mendukung kepemimpinan ini.


Di bagian Tanfidziyah, bertindak sebagai Ketua PCINU adalah H. Kusnul Ansori, dibantu oleh wakil-wakil ketua seperti H. Imam Sibaweh dan Bekti Setiawan, serta sekretaris utama M. Irfansyah Maulana. Organisasi ini juga dilengkapi dengan berbagai lembaga dan badan otonom seperti LDNU, LTNNU, LAZISNU, Ansor, Fatayat, Banser, IPNU, IPPNU, hingga Pagar Nusa, yang masing-masing dipimpin oleh struktur yang kompeten untuk menjalankan misi dakwah dan sosial di Korea Selatan. 


Di bawah kantor PCINU, terdapat masjid yang diberi nama Masjid An Noor. Di depan pintu masuk, persis di depan mulut tangga, sebuah papan nama bertuliskan "Masjid An Noor" dalam bahasa Arab dan Korea menyambut para jamaah.

 

Luas masjid sekira 100 m2, dengan hamparan karpet merah nan empuk, dipadu garis shaf yang lurus dengan lebar 15 cm ditambah AC dinding dan TV di tiang tengah menambah kesan mewah masjid ini. Beberapa orang tampak sedang iktikaf di siang hari Ramadhan ini.


Di sudut kanan masjid, saya lihat sepuluhan orang sibuk di dapur. Mereka terlihat cekatan menyiapkan hidangan untuk berbuka puasa. Atmosfer kebersamaan tercipta dengan penuh kehangatan. Para warga masjid di sini menjaga kehalalan yang mereka konsumsi dengan memasak secara bergilir atau jika hari libur secara bersama-sama seperti ini.


Masih di ruangan yang sama, terdapat satu sudut ruang yang dijadikan kios kecil dengan menawarkan berbagai produk halal, mulai dari makanan kemasan hingga bumbu-bumbu khas Indonesia, memudahkan jamaah untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari sesuai syariat agama Islam.

 
Ruang utama Masjid An Noor Korea Selatan. (Foto: NU Online/Ahmad Mundzir)
 

Di ruangan sampingnya lagi, terdapat ruangan imam masjid. Kurang lebih 3 langkah berikutnya, di sebuah ruangan, terlihat sekelompok pemuda sedang beristirahat dan sebagian yang lain sedang bermain PlayStation. Hal ini menunjukkan bahwa masjid juga menjadi tempat rekreasi dan interaksi sosial bagi warga NU di Korea Selatan. Keberadaan fasilitas ini mencerminkan upaya pengurus masjid untuk menarik minat generasi muda agar tetap terhubung dengan komunitas dan nilai-nilai keislaman.

 

Dinding ruang santai ini dihiasi dengan berbagai poster dan flyer kegiatan keagamaan, termasuk sebuah flyer yang mengumumkan kedatangan Gus Kautsar Mei mendatang. Tempelan-tempelan ini menandakan dinamika aktivitas dakwah yang terus berjalan.

 

Tidak jauh dari pintu, sebuah papan pengumuman memajang daftar nama amir dari tahun ke tahun, struktur kepengurusan masjid dan laporan keuangan masjid, menunjukkan transparansi dan keteraturan manajemen di masjid ini.


Di bawah masjid, tepatnya di lantai 2, terdapat sebuah restoran Uzbekistan dan Eropa dengan logo halal besar di depannya. Tentu, keberadaannya memudahkan jamaah untuk menjangkau makanan halal jika tidak sempat masak sendiri. Sedangkan di lantai paling bawah, berjajar kios yang menjajakan pakaian layak pakai ala Korea Selatan.


Meskipun berada di negeri asing, Kantor PCINU dan Masjid An Noor berhasil menciptakan atmosfer yang familiar bagi jamaah Indonesia. Perpaduan antara fungsi ibadah, sosial, dan edukasi menjadikan masjid ini lebih dari sekadar tempat shalat.


Ia adalah rumah kedua, tempat berkumpul, belajar, dan saling menguatkan iman di tengah tantangan hidup di perantauan. Keberadaan Masjid An Noor menjadi bukti nyata bahwa Islam dapat beradaptasi dan berkembang di berbagai belahan dunia, sambil tetap mempertahankan esensi dan nilai-nilai fundamentalnya.