Internasional

Palestina-Israel Ingin Damai

Selasa, 11 Desember 2012 | 14:45 WIB

Palestina-Israel Ingin Berdamai Tugas diplomasi tingkat kedua atau scond diplomation internasional setelah pemerintah adalah dilakukan oleh DPR RI, yaitu Komisi I DPR RI yang membidangi luar negeri. 
<>
Khusus masalah Palestina-Israel yang sudah menjadi masalah internasional, maka Komisi I DPR RI secara khusus melakukan perjalanan ke negeri yang terus bergolak tersebut. Dan, pada 29 November 2012 lalu, Palestina mendapat status baru dari Majelis Umum PBB, melalui voting, yang mengangkat status Palestina menjadi negara peninjau non-anggota, namun Yerussalem tetap dalam otoritas Israel, padahal dalam keputusan PBB, otoritas tersebut seharusnya ada  di PBB.

Faktanya, Palestina belum merdeka, meski organisasi pembebasan Palestina atau PLO (Palestina Liberasion Organizasion) pimpinan alm. Yasser Arafat itu sudah memproklamirkan Palestina sebagai negara merdeka dan diakui dunia pada tahun 1988 silam. Untuk itu, Yasser Arafat dan PM Israel Yitzhak Rabin terus melakukan diplomasi damai, namun konflik di internal Palestina antara Hamas (Gerakan Menegakkan Islam) dan Fatah (Gerakan Pembebasan Tanah Palestina), itu terus bergolak. 

Puncaknya pada pemilu 2007 di mana Hamas memenangi pemilu dengan perolehan suara mencapai 70 % atas Fatah, meski dalam Pilpres langsung Yasser Arafat terpilih menjadi presiden.

Kini dalam kepemimpinan Perdana Menteri (PM) Palestina Ismail Haniyeh terdapat dua kutub utama di Palestina, yaitu penguasaan wilayah Ramallah, dan Hamas secara de facto menguasai wilayah Gaza, di mana kelompok ini memiliki pendekatan yang berbeda pula untuk Palestina merdeka. Fatah dengan pendekatan diplomasi dan berhasil dengan status baru Palestina di PBB, 29 November 2012 lalu menjadi negara peninjau non-anggota. 

Mendapat dukungan mayoritas negara-negara di dunia kecuali Israel, Amerika Serikat, Kanada, Republik Ceko, Marshal Island, Mikronesia, Nauru, Palau, dan Panama, yang menentang status tersebut. 

Sementara itu, pendekatan yang dilakukan Hamas yang didukung instrumen pemerintahan dan militer, maka pendekatannya secara militer. “Kalau Fatah mengakui eksistensi wilayah Israel, dan sebaliknya Hamas menyatakan Israel tidak berhak sama sekali berada di wilayah Palestina. Karena itu terus terjadi konflik antara Hamas dan Israel. Terakhir pimpinan Hamas tewas diroket oleh Israel. Selain itu, akibat roket tersebut kantor PM yang dikuasai Hamas juga hancur, dan kehidupan masyarakat menjadi lumpuh." 

Akibat lainnya adalah terbukanya jalur antara Rafah ke Mesir dan sebaliknya, karena Presiden Mesir Muhammad Mursyi dekat dengan Ikhwanul Muslimin, sayap organisasi Hamas. Sehingga kehidupan masyarakat normal kembali. Dari jual beli di pasar, usaha, pertanian, perbankan, cafe-cafe, restoran dan mall yang ada normal lagi. 

“Pembangunan rumah sakit Rp 11 miliar, yang dilakukan Merc 4 lantai dengan 30-an tenaga pegawai itu pun tetap jalan, meski letaknya bersebelahan dengan markas Hamas yang dibombardir Israel itu,” tutur anggota Komisi I DPR RI A. Effendy Choirie di Jakarta, Selasa (11/12). 

Lalu bagaimana  sikap Palestine Legislative Council (PLC) atau parlemen Palestina, yang dikuasai Hamas? Mereka ini tetap merasa menang dengan langkah Fatah di PBB tersebut, dan Hamas bertekad akan terus berjuang untuk menyelamatkan Palestina, dan terus melakukan konsolidasi dengan rakyat, agar tidak mudah dipecah-belah oleh Israel. PLC yang dekat dengan Hamas ini malah merakit bom sendiri, dan mereka ini berkeyakinan akan memenangi peperangan dengan Israel secara cepat atau lambat. 

Utusan Komisi I DPR ke Palestina antara lain Mahfudh Siddiq, A. Effendy Choirie, Agus Gumiwang Kartasasmita, Mutia Hafidz, Muhammad Nadjib, Yahya Satjawirja, Mustafa Kamal, dan Yorrys Rameyae. 

Selanjutnya ketika sampai di Gaza, rombongan bersama LSM memberi bantuan kemanusiaan dan menyerahkan bantuan dari uang rakyat Indonesia senilai Rp 1 miliar ke Ismail Haniyeh. Perdana Menteri ini sangat apresiatif dan menegaskan bahwa umat Islam dunia yang mempunyai perhatian besar pada Palestina, adalah Indonesia. “Meski Indonesia jauh, tapi dekat di hati,” ujarnya.

Selanjut ke Gaza. Gaza berada dalam otoritas Hamas, namun ketika harus memasuki wilayah ini keimigrasian sepenuhnya berada pada otoritas Palestina. Tentara, polisi, 1,7 juta penduduknya menjalani kehidupan secara normal. Tapi, karena berbatasan dengan Mesir, maka rombongan juga disambut oleh pimpinan majelis syuro Mesir, dan berdialog soal Liga Arab, dan keduanya sangat apreasiatif terhadap peran dan perjuangan rakyat Indonesia untuk kemerdekaan Palestina. Peran itu baik berupa bantuan kemanusiaan, dana maupun diplomasi di PBB. 

Mesir adalah negara paling strategis dalam konteks konflik Israel-Palestina, yang berbatasan dengan Gaza. Karena itu penyelesaian konflik Israel Palestina maupun Hamas dengan Fatah, Mesir yang dipercaya oleh Liga Arab untuk menjadi rekonsiliator. Dengan demikian, pertemuan dan diplomasi DPR RI dengan Mesir ini merupakan petemuan yang tepat, karena secara riil mengetahui kondisi Palestina, Israel, maupun Hamas dan Fatah sendiri. 

Kemudian ke Yordania, rombongan diterima oleh PM Yordan urusan parlemen, dan dialog soal PNC (Palestina National Comission). Negara ini juga memberi support moral dan politik terhadap Palestina. Posisi Yordan juga strategis karena berhadapan langsung dengan Tepi Barat dan Israel. Terlebih dengan jumlah penduduk sebesar 7 juta jiwa di mana setengahnya adalah keturunan Palestina, maka suka dan dukanya rakyat Palestina menurut Effendy Choirie, juga dirasakan oleh rakyat Yordania. Dan, Yordan juga sangat apresiatif atas perjuangan Indonesia, yang tak pernah absen memperjuangkan Palestina termasuk dalam diplomasi dengan PBB. 

Selanjutnya, yang berbatasan dengan Yordania adalah Yerikho. Rombongan diterima oleh gubernur, untuk selanjutnya ke Ramallah, dan langsung diterima oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas. DPR RI disambut hangat, karena rombongan parlemen ini merupakan delegasi Indonesia pertama yang bisa memasuki Istana Presiden di Ramallah ini. Karena itu, Presiden bersama staf Istana Negara sampai melayani foto bersama di ruangan yang terdapat makam mantan pimpinan PLO dan Presiden Palestina Yasser Arafat tersebut. 

Yerikho merupakan wilayah sangat subur dengan penghasil buah kurma kualitas terbaik di Timur Tengah, tapi karena masyarakatnya memiliki kemampuan terbatas, maka yang dilakukan hanya berdagang sebisa dan seadanya. Karena itu kehidupan sehari-hari mereka sangat memprihatinkan. Memang ada bangunan rumah dan gedung yang bagus, tapi hal itu berkat orang Palestina di pengasingan yang sukses. 

“Mereka ini investasi ke daerah asalnya (Ramallah, Yerikho, Tepi Barat dan Gaza). Mereka ini beragama Islam dan Kristen dan hebatnya mereka ini bersatu melawan Yahudi,” katanya. 

Tapi, beda Hamas dan Fatah, beda juga Tepi Barat dan Ramallah. Mengapa? Kalau di Ramallah menjadi otoritas Palestina, sebaliknya di Tepi Barat menjadi otoritas Israel. Dari masalah keimigrasian, lima belas cek point semuanya menjadi kewenangan Israel. Masih di dalam Tepi Barat, ada wilayah jenis A yang merupakan daerah Palestina tapi dikuasai Israel; dari pajak, pertanian, perbankan, usaha, dan sebagainya di mana membayar pajaknya ke Israel. 

Sedangkan di wilayah jenis B, terdapat tentara Israel, polisinya Palestina, sementara pembayaran pajaknya ke Palestina. Sedangkan untuk wilayah jenis C seperti di Ramallah, polisinya berasal dari Palestina, masyarakat Palestina, tanpa tentara, dan lima belas cek pointnya dikusasi Israel. 

“Juga, seluruh masyarakat Palestina harus lapor ke Israel berikut lima belas cek pointnya itu. Anehnya lagi, di wilayah Palestina ini ada perumahan permanen Yahudi yang dibangun Israel. Diambil dari tanah kosong, membeli dari rakyat, dan ada yang sudah ada bangunanya. Faktanya, Palestina masih menjadi penjara terbesar dunia baik di Gaza maupun Tepi Barat,” cerita Gus Choi sapaan akrab politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu . 

Lebih sadis lagi, di Tepi Barat ini ada pemerintahan, tapi tidak bisa memerintah. Tidak bisa mengelola anggaran daerah dan semuanya, karena berada dalam kontrol Israel. Padahal, Palestina sudah diproklamirkan sebagai negara merdeka, dan Yerussalem merupakan kota internasional, tapi buktinya dikuasai Israel. Sementara Presiden, DPR, Kementerian dan semua gedung penyelenggara negara berada di Yerussalem.   
Selain bertemu dengan kelompok Palestina, DPR RI juga berdialog dengan kelompok Yahudi yang terdiri dari unsur masyarakat, pengusaha, perbankan, mantan pejabat dan sebagainya. 

Kata Gus Choi, karena ini merupakan momentum sangat tepat untuk menyampaikan aspirasi langsung ke Israel, maka DPR RI menegaskan setuju dan mendukung adanya negara Palestina dan Israel, tapi menolak cara-cara militer Israel ke Palestina. 

“Israel menyetujui itu, tapi menolak sikap kekerasan Hamas. Dan, mereka ini tetap berkeinginan menjadi negara damai dan berdaulat,” tutur Effendy Choirie.

Karena itu, melihat kondisi Palestina yang ‘masih’ belum merdeka dan terus bergolak dengan Israel tersebut, DPR RI mendesak pemerintah untuk segera membuka kantor perwakilan di Gaza, Ramallah dan Tepi Barat pada tahun 2013 mendatang. Seperti halnya dilakukan oleh Malaysia, China, India, Inggris, Qatar dan negara-negara lainnya. Perwakilan itu untuk mendorong kemerdekaan Palestina.

Memberi bantaun kemanusiaan, melanjutkan bantuan pendidikan untuk menyiapkan sumber daya manusia menghadapi Palestina merdeka seperti (latihan militer, kepolisian, menata birokrasi, investasi, usaha, perbankan, kedokteran, dan sebagainya yang dibutuhkan sebuah negara merdeka). Selain itu, penting membuka komunikasi dengan Israel agar ada keseimbangan politik komparatif, obyekstif, dan tidak berasal dari satu arah saja.

Kontributor: Achmad Munif