Internasional

Peringati Maulid Nabi, Wujud Cinta dan Terima Kasih pada Rasulullah

Rabu, 18 September 2024 | 21:30 WIB

Peringati Maulid Nabi, Wujud Cinta dan Terima Kasih pada Rasulullah

Ilustrasi Maulid Nabi Muhammad saw.

Den Haag, NU Online

Memperingati Maulid Nabi Muhammad saw merupakan wujud cinta dan rasa terima kasih kepada Rasulullah saw. Betapa tidak, sampai akhir hayatnya, satu hal yang ada di benaknya tidak ada yang lain kecuali umatnya.


Hal itulah yang disampaikan Moch Rafly Try Ramadhani, mahasiswa Master of Theology and Religious Studies, Vrije Universiteit, Amsterdam, pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid al-Hikmah Den Haag, Belanda pada Ahad (15/9/2024).


"Kecintaan kita terhadap Nabi Muhammad layaknya juga dipupuk sebagai rasa terima kasih atas kasih sayang beliau yang luar biasa terhadap umatnya," katanya.


Senada, Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Belanda Nur Ahmad menyebut bahwa peringatan Maulid Nabi merupakan salah satu perwujudan bentuk cinta yang disyariatkan dalam agama.


Ahmad juga mengingatkan, peringatan Maulid Nabi adalah sesuatu yang disyariatkan dibangun atas alur pengambilan dalil untuk mengikuti taat kepada Allah dan Rasul-Nya (QS. an-Nisa 4:59). Kemudian, Allah memerintahkan bahwa kecintaan kita kepada leluhur, keturunan, saudara, istri, bangsa, harta, pekerjaan, dan tempat tinggal tidak boleh lebih besar daripada kecintaan kita kepada Allah dan Rasulnya (QS. At-Taubah 9:24).


Dari sini maka kecintaan kepada Rasulullah adalah suatu perintah agama. Hal ini dipertegas lagi dengan hadis dalam Shahih Bukhari (Nomor 15) bahwa Rasul bersabda “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih dia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.”


Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa mengenal kisah hidup dan keteladan Nabi menjadi cara untuk memupuk kecintaan tersebut. Apabila karena kesibukan hingga tidak ada waktu khusus untuk mendapatkan kesempatan membaca kisah hidup mendengar dendang kecintaan kepada Nabi, maka maulid adalah momen yang tepat. 


Hal tersebut sejalan dengan kaidah “Sesuatu yang menjadi prasyarat terpenuhinya hal yang wajib, maka hukum sesuatu itu juga wajib.”


"Cinta kepada Nabi yang disyariatkan tidak sempurna tanp dengan pengenalan kepada beliau. Dan pengenalan kepada beliau tidak bisa dilakukan oleh sebagian besar manusia modern yang selalu sibuk, maka maulid menjadi disyariatkan sebagaimana cinta kepada Nabi saw. itu disyariatkan," katanya.


Untuk tujuan itulah, lanjut Ahmad, peringatan Maulid Nabi dilaksanakan, dengan mendendangkan tembang kasidah-kasidah yang berisi kisah hidup Rasul yang disusun oleh orang-orang yang dalam keadaan cinta mendalam kepada Rasul (isyq).


Dalam Qasidah Burdah, misalnya, al-Bushiri mengawali kerinduannya dengan ungkapan cinta yang mendalam. “Apakah karena ingat kepada kekasih (Nabi saw.), yang ada di negeri Dzu Salam (Pemilik Kedamaian), engkau mengalirkan air mata hingga bercampur dengan darah.”


Dengan menembangkan kasidah-kasidah ini, lalu seorang penceramah menyampaikan makna dan kandungannya, sebagaimana umumnya dalam maulid, harapannya kita dapat merenungi kerinduan dan kecintaan para penggubahnya hingga masuk ke dalam hati sanubari kita.


"Pada akhirnya, dengan Maulid, kita berharap bisa menumbuhkan cinta kita kepada Rasulullah saw. secara terus-menerus," kata kandidat doktor Universitas Leiden, Belanda itu.


Rangkaian acara diawali dengan pembukaan yang dipimpin oleh oleh Dawam Multazam selaku Wakil Katib Syuriah PCINU Belanda. Acara kemudian dilanjutkan dengan pelantunan Kitab Maulid ad-Diba’i yang diiringi oleh grup rebana Noer Hollandia.


Peringatan Maulid Nabi itu digelar atas kerja sama PCINU Belanda dengan Yayasan Masjid al-Hikmah dan Pengjian Tombo Ati. 


Kontributor: Fatimatuz Zahra