Jatim

Mujahadah Pejuang NU, Gus Kikin Sampaikan Pidato tentang Risalah Singkat, Fatwa dan Resolusi Jihad

Senin, 11 November 2024 | 09:00 WIB

Mujahadah Pejuang NU, Gus Kikin Sampaikan Pidato tentang Risalah Singkat, Fatwa dan Resolusi Jihad

Ketua PWNU Jatim KH Kikin A Hakim (Gus Kikin), saat membacakan Risalah Singkat, Fatwa & Resolusi Jihad. (Foto: NOJ/ MR)

Surabaya, NU Online

Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim KH Kikin A Hakim atau Gus Kikin didaulat membacakan Risalah Singkat, Fatwa & Resolusi Jihad, saat Mujahadah Pejuang NU di Gedung Hoofdbesturr Nahdlatoel Oelama (HBNO), Jalan Bubutan, Kota Surabaya, Sabtu (09/11/2024) malam.

 

Acara yang diikuti perwakilan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) se Jawa Timur ini merupakan serangkaian dari peringatan Hari Santri 2024 yang digelar PWNU Jatim.

 

Berikut ini naskah lengkap Catatan Historis Resolusi Jihad Peperangan 10 November 1945 di Kota Surabaya, yang dibacakan Gus Kikin dalam acara tersebut, dilansir NU Online Jatim.

 

Hari Santri dan Jejak Historis Gerak Jalan Mojokerto-Surabaya

Hari Santri pada setiap tanggal 22 Oktober mulai diperingati seiring dengan terbitnya Keppres Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada tanggal 15 Oktober 2015.

 

Fakta historis itu terkait pihak sekutu yang tak mengakui Proklamasi Kemerdekaan RI yang dibacakan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Sekutu mau menguasai Indonesia setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945 akibat bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945.

 

Momentum "kedatangan" Sekutu itu didengar Sutan Syahrir hingga akhirnya ia menyampaikan kepada para pemuda Indonesia, yang akhirnya mendesak Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Namun, Sekutu tetap bermaksud "menduduki" Indonesia kembali dengan siap mendarat (diboncengi NICA) di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Rencana itu pun direspons para ulama, termasuk KH M Hasyim Asy'ari, melalui Fatwa Jihad pada 17 September 1945 (satu bulan setelah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan RI oleh Soekarno-Hatta).

 

Fatwa Jihad (17/9) itu akhirnya disambung dengan Resolusi Jihad yang merupakan fatwa ulama untuk pemerintah Indonesia agar melawan Sekutu. Resolusi Jihad merupakan hasil pertemuan PBNU/HBNO yang dihadiri ulama NU se-Jawa dan Madura di Kantor HBNO/PBNU di Bubutan, Surabaya pada 22 Oktober 1945. Sesuai tujuannya yang berbeda, maka fatwa jihad disiarkan dari surau ke surau (dari pesantren ke pesantren), sedangkan resolusi jihad disiarkan lewat media yakni Kantor Berita ANTARA (25/10), Surat Kabar Kedaulatan Rakyat Yogyakarta (26/10), dan Berita Indonesia Jakarta (27/10).

 

Menyikapi ultimatum itu, KH M Hasyim Asy'ari mengeluarkan lagi Fatwa Jihad pada 9 November 1945, yang memantik gerakan ribuan massa santri menuju Surabaya. Perlawanan pun terjadi hingga terbunuhlah Brigadir Jenderal Mallaby pada 30 Oktober 1945, dan Sekutu pun marah dengan mengeluarkan ultimatum agar rakyat menyerah tanpa syarat pada 10 November 1945 pukul 06.00 WIB. Namun, rakyat di Surabaya tidak mau menyerah.

 

Perlawanan rakyat di Surabaya juga disuarakan Bung Tomo dari Radio Pemberontakan Rakyat melalui pekik "Allahu Akbar" berkali-kali. Takbir itu saran dari KH M Hasyim Asy'ari kepada Bung Tomo untuk menyemangati rakyat. Gerakan massa itu disebut PWNU Jatim sebagai "napak tilas", bukan "gerak jalan" Mojokerto-Surabaya, karena bukan sebatas olahraga, tapi historis dan nasionalis.

 

Hari Santri itu benar-benar berbasis bukti historis bahwa Pertempuran 10 November 1945 itu melibatkan Laskar Santri (Hizbullah-Sabilillah), selain Tentara Pelajar/TRIP dan pemuda/Arek Suroboyo. Buktinya, ada Fatwa Jihad, Resolusi Jihad (di Gedung HBNO), dan Takbir Allahu Akbar yang dipekikkan Bung Tomo.