Di Era Pandemi, Kesehatan Mental Jadi Hal Krusial untuk Dijaga
Ahad, 15 Agustus 2021 | 03:00 WIB
Nila Zuhriah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Kesehatan mental di masa pandemi merupakan hal yang sangat krusial untuk dijaga dan dipertahankan. Tidak hanya untuk diri sendiri, namun juga untuk keluarga dan juga lingkungan sosial.
Hal tersebut disampaikan oleh Dosen Ilmu Tasawuf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Hj Wiwi Siti Sajaroh, dalam materinya pada Diskusi Serial 1 yang diinisiasi oleh Ikatan Alumni Fakultas Ushuluddin (IKALFU) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta secara virtual, Sabtu (14/8).
Doktor jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017 ini dalam paparannya menyebutkan, sehat mental secara pribadi saja tidak cukup. Akan tetapi, harus beriringan dengan keluarga dan sosial.
“Sebab, pada saat pandemi ini kita terus bersama. Utamanya dengan keluarga, setiap hari bersinggungan dengan mereka,” tambah Hj Wiwi.
Tak hanya itu, ia juga menyebutkan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kesehatan mental tersebut. “Antara lain takhalli, tahalli, dan tajalli,” lanjut perempuan kelahiran Tasikmalaya Jawa Barat ini.
Takhalli adalah upaya untuk mengosongkan diri. Lalu, tahalli mengisi dengan hal-hal yang baik. Kemudian tajalli, yaitu kondisi di mana sifat-sifat ketuhanan telah teraktualisasi dalam diri.
Pentingnya kebahagiaan
Seluruh upaya tersebut ditujukan untuk mencapai kesehatan mental yang dapat berdampak besar pada kebahagiaan. “Kesehatan adalah hal yang paling utama di masa pandemi ini, sedangkan kebahagiaan adalah salah satu hal yang dapat menentukan kesehatan,” imbuh Hj Wiwi.
Diskusi bertajuk Sehat Mental Menghadapi Pandemi: Perspektif Tasawuf ini juga menghadirkan Guru Besar Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof H Mulyadhi Kartanegara dan Ketua IKALFU Hj Neng Dara Affiah.
Senada dengan Hj Wiwi, Prof Mulyadhi Kartanegara berpendapat bahwa kebahagiaan adalah penyumbang kekuatan imun, sedangkan imun adalah hal paling utama di masa pandemi ini.
“Namun, malang sekali saat kita hanya bisa merasakan kebahagiaan fisik tanpa bisa merasakan kebahagiaan yang lain,” tambah Prof Mulyadhi.
Pasalnya, lanjut dia, terdapat beberapa jenis kebahagiaan, di antaranya ada kebahagiaan intelektual, kebahagiaan moral, kebahagiaan fisik, dan kebahagiaan spiritual.
“Kebahagiaan spiritual adalah kebahagiaan yang diperoleh saat merasa dekat dengan Sang Pencipta,” tambah doktor jebolan University of Chicago Amerika Serikat ini.
Mengakhiri pemaparan, Prof Mulyadhi berpesan, jangan membatasi kebahagiaan hanya pada kebahagiaan fisik saja. Karena kebahagiaan fisik bersifat sementara.
“Sedangkan masih banyak kebahagiaan lainnya, termasuk kebahagiaan intelektual. Mengutip Aristoteles, kebahagiaan intelektual bersifat lebih lama dibandingkan dengan kebahagiaan fisik,” tandas Prof Mulyadhi.
Diskusi yang dimoderatori Fardiana Fikria Qur’any ini berlangsung seru hingga penghujung acara. Menurut Neng Dara Affiah, diskusi ini diadakan untuk menjadi ‘obat’ bagi banyak orang yang gelisah, sakit, dan kehilangan orang-orang tercinta karena pandemi.
Kontributor: Nila Zuhriah
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua