Jakarta, NU Online
Dalam kurun waktu sepekan terakhir (31 Mei sampai 5 Juni), ada 367 titik api yang perlu disiagakan yang tersebar di delapan provinsi prioritas restorasi, yakni Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Papua, dan Papua Barat.
Dipantau dari situs Global Forest Watch (GFW) Fires, Kalimantan Barat menjadi provinsi dengan titik api terbanyak. Ada 73 titik yang muncul dalam pantauan situs tersebut dengan Ketapang sebagai kota terbanyak titik apinya, yakni 23 titik. Di Riau, ada 68 titik api dengan Rokan Hilir sebagai kota terbanyak titik apinya, yakni 21.
Persebaran titik api itu seluruhnya berada di luar hutan lindung. “100 % outside protected areas,” situs tersebut menunjukkan persentase datanya.
Dilihat dari sisi penggunaan lahannya, titik api tersebar sebanyak 46 persen di luar lahan konsesi, 33 persen di perkebunan kayu, 19 persen di lahan konsesi kelapa sawit, dan dua persen di lahan konsesi logging.
Sementara itu, di lahan konsesi yang dalam moratorium terdapat enam persen, sedangkan di lahan konsesi yang tidak dalam moratorium terdapat 95 persen titik api.
Adapun di tanah gambutnya sendiri, terdapat 46 persen titik api, sisanya di lahan non-gambut.
Total keseluruhan titik api yang muncul pada tahun 2018 ini berjumlah 3.972 titik. Hal ini sudah cukup baik mengingat penurunan jumlah titik yang terus terjadi setiap tahunnya setelah kejadian hebat pada tahun 2015 dengan jumlah 180.133 titik. Pada tahun 2016 dan 2017, secara berurutan, terdapat 24.705 titik dan 18.020 titik.
Di Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Selasa (5/6) kemarin, situs tersebut mendeteksi 75 titik api di delapan provinsi tersebut.
“75 titik api terdeteksi per tanggal 5 Juni 2018,” Pantaugambut.id melaporkan di berandanya berdasarkan data GFW Fires. (Syakir NF/Mahbib)