Jakarta, NU Online
Tanggal 27 Juni 2018 mendatang, masyarakat Indonesia di 171 daerah akan memilih kembali pemimpinnya. Beberapa di antaranya adalah wilayah yang memiliki lahan gambut. Namun sayangnya, dari sekian banyak calon pemimpin daerah yang terdapat gambut, hanya sebagian kecil saja yang menyebut gambut sebagai bagian dari program rancangannya.
“Dari 75 paslon, hanya dua yang memiliki program, visi, dan misi yang spesifik terkait restorasi gambut,” demikian hasil kajian Pantau Gambut, media daring yang menggabungkan teknologi, kolaborasi data dan jaringan masyarakat untuk memberikan informasi seputar restorasi gambut.
Menurutnya, hal tersebut menunjukkan bahwa para calon pemimpin daerah, baik kabupaten, kota, maupun provinsi belum memiliki kepedulian terhadap lahan gambut, khususnya, dan lingkungan pada umumnya. Padahal, perlindungan gambut, sebagaimana dinyatakan Pantaugambut.id, dapat menyelamatkan kehidupan dan kesejahteraan warga.
Ini tentu saja mengkhawatirkan. Sebab, 2 juta hektar lahan gambut menjadi target restorasi pemerintah saat ini hingga 2020 mendatang. Jika pemerintah daerah belum memiliki program tersebut, tentu akan menghambat jalannya restorasi.
Dalam pantauan Pantau Gambut, masyarakat di daerah restorasi gambut juga menganggap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur merupakan isu yang lebih penting ketimbang perlindungan gambut. Meskipun yang terakhir juga mesti diperhatikan.
“Hal ini mengkhawatirkan, mengingat komitmen pemerintah daerah merupakan kunci untuk menyukseskan target restorasi gambut nasional,” tulisnya dalam sebuah rilis pada Kamis (31/5).
Oleh karena itu, Pantau Gambut menyarankan untuk meningkatkan sosialisasi pentingnya gambut, meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, intergrasi dengan prioritas daerah, dan penegakan hukum. Hal tersebut guna mendorong gambut mendapatkan perlindungan.
“Dari temuan-temuan ini, Pantau Gambut melihat beberapa hal yang bisa ditindaklanjuti untuk mendorong pengarusutamaan isu gambut di sektor-sektor strategis sehingga terjadi keberlanjutan jangka panjang dalam program perlindungan atas sumber daya alam ini,” pungkasnya.
Secara terpsah, beberapa waktu lalu Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ali Yusuf mengimbau kepada masyarakat agar menghindari cara pembakaran lahan untuk membuka lahan. Terlebih jika lahan tersebut gambut. Ia mengatakan bahwa lahan gambut sangat sulit dipadamkan.
“Apalagi lahan gambut. Akan sangat susah untuk dipadamkan,” ujarnya.
Pembakaran lahan kerap kali menjadi sebab utama terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hal ini dilakukan oleh masyarakat secara masif sebagai langkah praktis mereka untuk dapat menanami lahan tersebut karena biayanya yang lebih murah ketimbang lainnya.
“Sebab utamanya pembakaran lahan untuk bisa ditanam kembali karena biayanya murah dibanding cara penyiapan lahan yang lain. Dan ini dilakukan secara masif bahkan oleh masyarakat,” katanya. (Syakir NF/Mahbib)