Nasional

3 Ulama Maha Guru di Awal Abad Ke-20 menurut Ketum PBNU

Rabu, 28 Juni 2023 | 11:00 WIB

3 Ulama Maha Guru di Awal Abad Ke-20 menurut Ketum PBNU

Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya saat menyampaikan arahan pada Pelantikan PCNU Pacitan, di Pendopo Kabupaten, Sabtu (24/6/2023). (Foto: Tangkapan layar Youtube NU Online)

Jakarta, NU Online 
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengatakan bahwa pada awal Abad ke-20 ada tiga kiai atau ulama dan tiga pesantren yang ia sebut sebagai maha guru dari santri-santri pada masanya.


Pada waktu itu banyak pesantren yang sudah berkembang tetapi para santri yang setelah berkelana ngaji dari pesantren satu ke pesantren lain pada akhirnya selalu datang untuk mengaji di tiga kiai dan pesantren ini.

 

Tiga kiai yang memiliki spesialisasinya masing-masing ini adalah pertama Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari yang ‘diburu’ sanad haditsnya karena beliau adalah seorang muhaddits.


“Semuanya mencari sanad hadits dari Hadratussyekh Kiai Muhammad Hasyim Asy’ari. Biasanya itu secara terus-menerus rutin mengkhatamkan Bukhari-Muslim dan mengijazahkan sanad,” jelasnya saat melantik Pengurus Cabang Nadhlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pacitan 2023-2028 di Pendopo Kabupaten, Sabtu (24/6/2023).


Para santri ini juga, lanjut Gus Yahya, dalam rangka menerima silsilah keramat. “Karena Hadratussyekh pada waktu itu memang ya sudah jatahnya Gusti Allah menjadi simpul keramat Nusantara waktu itu,” ungkapnya tentang Pendiri Pesantren Tebuireng, Jombang ini.


Hal ini juga ia dengar langsung dari KH Maimoun Zubair yang menyatakan bahwa pondok pesantren jika ingin bisa lama keberadaannya, maka kiainya harus mencari sanad Tebuireng.


Ini juga sebabnya KH Wahab Chasbullah yang pada waktu itu sudah menjadi pemikir dan aktivis yang jenius pada masanya, tidak berani melakukan inisiatif apapun tanpa persetujuan dan restu dari KH Hasyim Asy’ari.

 

Kiai kedua adalah KH Dimyati, Pondok Pesantren Termas yang memiliki spesialisasi fiqih. Dulu, menurutnya, seorang kiai belum dianggap tahu tentang fiqih secara baik jika belum ngaji kepada Kiai Dimyati.


“Yang ketiga itu adalah Kiai Cholil Harun dengan spesialisasi ilmu alat yang ada di Kasingan, Rembang sana. Yang kebetulan adalah kakek buyut saya sendiri,” jelasnya dalam video acara tersebut diunggah kanal Youtube NU Online.


Gus Yahya menyebut bahwa kebesaran NU sampai saat ini tidak terlepas dari para kiai yang belajar membaca tanda-tanda alam. Para kiai, jika melihat ada potensi atau tanda-tanda potensi kemuliaan, mereka tidak segan-segan untuk ber-tafaul dan mendekatkan diri pada sumber kemuliaan.


“Dengan harapan bisa mendapatkan berkah dari sumber kemuliaan,” jelasnya.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Syamsul Arifin