Nasional

Bawaslu DKI Larang Atribut Kampanye di Halaman Masjid

Kamis, 13 Oktober 2016 | 01:41 WIB

Jakarta, NU Online
Anggota Bawaslu DKI Jakarta Muhammad Jufri menjelaskan lembaganya melakukan beberapa terobosan menanggapi isu SARA. Salah satunya, Bawaslu melarang media kampanye dipasang di tempat-tempat ibadah seperti di masjid, meski hanya di halamannya saja. 

“Berbeda dengan Pilkada sebelumnya yang masih diperbolehkan atribut kampanye dipasang di halaman tempat ibadah, “ katanya dalam diskusi Perspektif Jakarta yang membahas kampanye hitam yang diselenggarakan oleh Populi Center bekerjasama dengan LTNNU di gedung PBNU, Rabu (12/10). 

Usep S Ahyar dari Populi Center menjelaskan kampenye hitam memang harus diwaspadai karena sangat berpotensi memunculkan kebencian dari semua pihak. 

“Sejatinya demokrasi bukanlah menyebarkan kebencian terlebih SARA, tetapi yang ditawarkan adalah visi dan misi programya,” tandasnya. 

Sesuai dengan data dari Populi Center, Usep memperlihatkan perolehan tertinggi sebesar 39,2 persen masyarakat DKI memilih calonnya berdasarkan visi misinya, sedangkan yang mempertimbangkan agama menjadi kriteria keterpilihan calon hanya sebesar 5 persen. Dari data tersebut ia menuturkan bahwa pemilih Jakarta semakin rasional, dan rasionalitas tanpa mengedepankan isu, etnis, agama inilah yang perlu dikedepankan dalam demokrasi. Selain itu, yang diperlukan saat ini adalah kedewasaan politik dari masyarakat, khususnya warga DKI dalam menyikapi Pilgub 2017 nanti.

Uday Abdurrahman dari LTNNU menjelaskan persoalan sosial media sangat sulit di atur dalam aturan verbal. Sebagai misal facebook, twitter, dan media sosial lain tidak mengharuskan seseorang untuk men-scan KTP. Contoh ini menunjukkan bahwa untuk mengontrol akun media yang tidak bertanggungjawab sangat sulit. Kegaduhan ini dilakukan oleh beberapa oknum yang ingin mencari benefit (uang) dari isu yang di kemas provokatif agar banyak pengguna internet berselanjar dalam kemasan tersebut. 

Bahkan data lain dari Populi Center, sumber informasi politik yang dipercaya melalui TV sebesar 68,2 persen. Sedangkan media sosial tidak terlalu berpengaruh dengan prosentase 7,2 persen.

Sebagai penutup Jufri menghimbau kepada seluruh masyarakat Jakarta untuk ikut mengawasi dan jika ada dugaan pelanggaran langsung laporkan ke Bawaslu. Jangan lewat 7 hari karena hanya 7 hari batas waktu KPU dan Bawaslu menindaklanjuti laporan tersebut terhitung dari tanggal kejadian. Red: Mukafi Niam