Nasional LITERASI DIGITAL

Dampak Kemajuan Teknologi Digital, Ini Usia Rawan Terpapar Radikalisme

Selasa, 30 Agustus 2022 | 04:00 WIB

Dampak Kemajuan Teknologi Digital, Ini Usia Rawan Terpapar Radikalisme

Literasi digital dengan tema Urgensi Dakwah Digital bagi santri Modern di Pesantren Darul Muttaqien Malang, Jawa Timur, Sabtu lalu.

Malang, NU Online

Ketua Umum Milenial Utas, Zulham Akhmad Mubarrok menjelaskan usia yang rawan terpapar digital yaitu 14 sampai 24 tahun. Oleh karenanya, di usia tersebut harus diberikan literasi digital agar memiliki pegangan.


"Data BIN per Januari 2022, usia rentan terpapar radikalisme yaitu usia 17-24 tahun," jelasnya saat mengisi acara literasi digital dengan tema Urgensi Dakwah Digital bagi santri Modern di Pesantren Darul Muttaqien Malang, Jawa Timur, Sabtu lalu.


Menurutnya, ruang digital adalah wilayah privat yang hanya bisa diketahui oleh pemilik smartphone itu sendiri.


Seseorang bisa menerima informasi langsung di handphonen-nya, konten dewasa hingga radikalisme. Indonesia peringkat satu pengguna e-commerce dan peringkat empat dalam hal main game online.


Sehingga tidak mengherankan jika ada anak muda yang terpapar paham radikal meskipun tidak pernah keluar rumah atau pergi jauh.


"Platform media sosial yang paling banyak digunakan yaitu whatsapp, instagram, dan facebook. Data 2022, Indonesia pendengar podcast terbanyak setelah Brazil. Mama dakwah tidak boleh lepas dari media ini," ujarnya


Dikatakan, dulu para teroris mengajar membuat bom dan menyebarkan ajaran radikalnya secara tertutup serta jauh dari keramaian seperti di tengah kebun sawit. 


Fakta hari ini cara membuat bom dan cara bunuh orang disebarkan dalam bentuk PDF dan dibagikan via WhatsApp. Sehingga sulit mengontrolnya. Serba online. 


"Tidak ada yang bisa melindungi kecuali diri sendiri karena handphone bisa dipakai di manapun. Inilah urgensinya literasi digital," tegasnya.


Wakil Sekretaris Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur ini menambahkan, berdasar data 2021, ada 27 Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terpapar radikalisme dan ada 14 kampus negeri di Indonesia yang berpotensi memiliki bibit radikalisme. 


Baginya, saat ini pesantren Nahdlatul Ulama masih aman, tapi setelah lulus pondok yang perlu dikhawatirkan. Karena santri memiliki akses informasi yang bisa masuk ke kamar dan ruang privat. Seseorang saat ini ketika hendak mencari kebenaran langsung ke mesin pencari seperti google. Kebenaran tidak hanya muncul dari referensi ilmiah. 


"Pondasinya yaitu literasi digital berbasis keamanan digital, literasi digital berbasis kultur digital dan literasi digital berbasis budaya digital," kata Zulham.


Sebagai perbandingan, Zulham memaparkan bahwa usia produktif di Indonesia yang berumur di atas 14 hingga 64 tahun  mencapai 72 persen dari populasi 270 juta. Sedangkan pengguna internet Indonesia per Januari 2022 sebanyak 190 juta, Maret 2021 masih 170 juta. Jumlah konten di internet mencapai 2,7 miliar.


"Penambahan penggunaan internet 21 juta dalam waktu kurang 7 bulan. Penambahan ini akan terus bertambah karena tidak bisa dikontrol," ungkapnya.


Sementara itu ketua Lembaga Dakwah PBNU KH Abdullah Syamsul Arifin mengatakan belajar yang ideal memang langsung bertemu dengan gurunya. Namun, tidak semua orang mau belajar model begitu. Oleh karenanya, aktivis Nahdliyin harus masuk ke ruang privat manusia yaitu handphone.


"Kita harus masuk ke ruang privat manusia lewat akun youtube dan media sosial untuk kelanjutan dakwah Islam," tandasnya. 


Kontributor: Syarif Abdurrahman

Editor: Fathoni Ahmad