Nasional

Data Kementerian PPPA: Kekerasan Anak Capai 28.831 Kasus pada 2024

Senin, 30 Desember 2024 | 16:00 WIB

Data Kementerian PPPA: Kekerasan Anak Capai 28.831 Kasus pada 2024

Ilustrasi kekerasan anak. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat total 28.831 kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia sepanjang 2024 terhitung sejak Januari hingga Desember. Data tersebut dilansir Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) yang dikelola oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.


Catatan SIMFONI-PPA tersebut mencakup berbagai jenis kekerasan yang dialami anak perempuan lebih banyak dengan total 24.999 kasus. Sementara kekerasan terhadap anak laki-laki sebanyak 6.228 kasus, sudah termasuk kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, trafficking, hingga penelantaran.


SIMFONI-PPA merupakan sistem informasi yang dikembangkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang digunakan untuk melakukan pencatatan dan pelaporan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di wilayah Indonesia, baik untuk warga negara Indonesia maupun warga negara asing.


SIMFONI PPA bekerja sama dengan instansi pemerintahan di setiap provinsi/kabupaten/kota sehingga aplikasi dapat diakses oleh semua unit layanan penanganan korban kekerasan perempuan dan anak di bawah pada tingkat nasional meliputi provinsi/kabupaten/kota secara real time.


Masyarakat dapat melaporkan peristiwa kekerasan yang dilihat atau dialami melalui telepon hotline 129 maupun WhatsApp ke nomor 08111-129-129. Selain itu, masyarakat juga dapat menghubungi SAPA 129 apabila memerlukan informasi terkait permasalahan perempuan dan anak.


Bintang Puspayoga (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak periode 2019-2024) menegaskan keberadaan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) sangat dibutuhkan untuk merealisasikan upaya perlindungan perempuan dan anak dengan memaksimalkan pelayanan bagi korban kekerasan. 


“UPTD PPA ini merupakan ujung tombak dan garda terdepan untuk menjalankan mandat perlindungan perempuan dan anak," ujar Bintang dilansir dp3ak.jatimprov.go.id.


Untuk bisa memberikan pelayanan yang maksimal, kata dia, pembentukan UPTD PPA merupakan hal yang sangat penting menjadi perhatian kita bersama. KemenPPPA akan terus memberikan dukungan penuh terhadap percepatan pembentukan UPTD PPA melalui komitmen pemerintah daerah. Prioritas pembentukan UPTD PPA saat ini terdapat di 4 Provinsi yakni Daerah Istimewa Yogyakarta, Gorontalo, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku serta di 336 kabupaten/kota.


Dia menjelaskan, UPTD PPA bekerja sama dengan pemerintah pusat turun ke lapangan melakukan upaya koordinasi intens untuk memastikan korban kekerasan anak dan perempuan terpenuhi. 


“Dengan demikian, diharapkan pelayanan terhadap korban dapat dilakukan secara prima dan berpihak kepada kepentingan terbaik korban,” jelas Bintang. 


Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 tentang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengamanatkan tambahan dua (2) fungsi, yaitu penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan yang memerlukan koordinasi tingkat nasional, lintas provinsi, dan internasional; dan penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus yang memerlukan koordinasi tingkat nasional dan internasional.


Bintang mengatakan perlu upaya khusus untuk implementasi terkait dengan perundangan-undangan kasus kekerasan terhadap anak menurutnya sangat penting. Dalam hal ini ia menjelaskan Pemerintah untuk memberikan upaya perlindungan yang maksimal, khususnya memberikan efek jera bagi para pelaku kekerasan anak.


Selain efek jera terhadap pelaku, kata dia, komitmen dan koordinasi antar lembaga dalam menyelenggarakan upaya-upaya perlindungan yang dibutuhkan korban yang mana layanan dimaksud tidak secara khusus di bawah penyelenggaraan urusan PPPA melainkan di Kementerian/Lembaga lainnya seperti layanan penegakan hukum, layanan kesehatan, layanan rehabilitasi sosial, dan lainnya.


"Serta penguatan dan unit-unit yang terkait dengan perlindungan perempuan dan anak. Sementara itu, di tingkat akar rumput, desa, pemerintah desa berperan besar dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak melalui SDG’s Desa,” tandasnya.