Nasional

Di UGM, Kepala BNPT Berikan Pemahaman Kebangsaan sebagai Benteng dari Radikalisme

Selasa, 25 September 2018 | 13:06 WIB

Jakarta, NU Online

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius membekali mahasiswa baru Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dengan sejumlah pemahaman kebangsaan. Hal ini ditujukan agar para mahasiswa UGM lebih imun terhadap virus radikalisme kekerasan yang menjalar ke semua tempat termasuk perguruan tinggi. 

“Dalam kondisi masyarakat yang mulai terkikir rasa persaudaraan dan persatuan, rasa cinta air harus terus diberikan kepada generasi muda. Ini penting agar mereka tidak terpengaruh infiltrasi paham-paham yang menggerus ke-Indonesia anak bangsa,” ujar Komjen Suhardi Alius saat memberikan kuliah umum di UGM, Yogyakarta, Selasa (25/9). 

Ia mengharapkan pemahaman kebangsaannya akan bermanfaat untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Baginya generasi muda tidak hanya perlu dibekali dengan knowledge dan skill yang handal, namun juga harus memiliki nilai moral dan etika.

Pada kesempatan itu, Suhardi kembali juga menjelaskan bahaya ancaman paham radikal. Makna radikal menurutnya adalah paham anti-Pancasila, Intoleransi, anti-NKRI dan dan menggunakan paham takfiri (suka mengkafir-kafirkan sesama muslim yang bukan kelompoknya). 

Ia mengungkapkan bahwa, paham radikal saat ini juga tersebuar luas dengan memanfaatkan sejumlah peluang termasuk media sosial. Untuk membendung pemikiran radikal terorisme itu, Kepala BNPT menghimbau agar mereka mengedepankan kebaikan bersama.

Sementara itu, Rektor UGM Prof Panut Mulyono, menyebut bahwa kuliah umum yang diberikan Suhardi Alius sebagai bahan yang patut diketahui oleh mahasiswanya. 

"Apa yang disampaikan oleh Kepala BNPT tentang resonansi kebangsaan dan bahaya radikalisme sangat penting untuk menyakinkan kepada mahasiswa baru akan jati diri UGM,” ungkap Panut.

Prof. Panut menuturkan bahwa UGM selalu memperhatikan berbagai kegiatan mahasiswa sehingga termonitoring dengan baik. Semua dilakukan dalam rangka melakukan pencegahan paham-paham negatif yang masuk kepada mahasiswa dan dosen.

"Selain memperhatikan berbagai kegiatan mahasiswa dilingkungan kampus, kita juga memasukkan kuririkulum terkait bahaya radikalisme dan tentu saja wawasan kebangsaan sebagai bekal mahasiswa ketika nanti kembali ke masyarakat" tutupnya. (Ahmad Rozali)