Nasional

DPR Harus Libatkan Masyarakat dalam Putuskan UU

Sabtu, 5 Oktober 2019 | 15:00 WIB

DPR Harus Libatkan Masyarakat dalam Putuskan UU

Ahmad Suaedy saat sambutan sebagai dekan Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta, Jumat (29/3). (NU Online/Syakir NF)

Jakarta, NU Online
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) 2019-2024 baru saja resmi diangkat sumpahnya pada awal Oktober lalu. Kompas merilis surveinya terkait kepercayaan masyarakat terhadap kinerja DPR periode ini dalam mewujudkan aspirasi rakyat. Namun, lebih dari setengah responden mengaku tidak yakin.
 
Menanggapi hal tersebut, Ahmad Suaedy, anggota Ombudsman Republik Indonesia, mengingatkan agar para anggota dewan betul-betul sadar dan melibatkan masyarakat dalam setiap keputusannya.
 
"Ini harus ada kesadaran diri anggota DPR, ya misalnya disiplin mendengarkan masyarakat," katanya kepada NU Online saat ditemui usai menjadi panelis pada Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2019 di Hotel Mercure Batavia, Jakarta, pada Kamis (3/10).
 
Jadi sebenarnya, lanjutnya, RUU bisa dibahas secara terbuka kemudian ditetapkan. Karenanya, Suaedy menegaskan bahwa anggota dewan harus sengaja melibatkan masyarakat.
 
"Bukan hanya masyarakat yang menuntut kesempatan, tetapi juga harus melibatkan masyarakat secara aktif," ujar Dekan Fakultas Islam Nusantara, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta itu.
 
Di samping itu, Puan Maharani sebagai Ketua DPR mengaku tidak akan melahirkan banyak Undang-Undang (UU). Baginya, yang penting adalah kualitas UU yang diputuskannya.
 
Melihat visi demikian, Suaedy setuju. Tetapi dengan catatan kualitas yang sesungguhnya pro dengan rakyat, antikorupsi, proteksi terhadap lingkungan, dan mengafirmasi terhadap daerah-daerah tertinggal.
 
"Saya setuju dengan itu kalau kualitasnya betul-betul misalnya anti-korupsi, anti-penebangan liar, proteksi terhadap lingkungan dan hutan, kemudian tentang afirmasi terhadap daerah-daerah dan kelompok-kelompok yang selama ini tertinggal, seperti Papua kemudian daerah-daerah pinggiran perbatasan dan lain sebagainya," jelasnya.
 
Prioritaskan Anti-korupsi
 
Suaedy juga menyampaikan bahwa ekonomi tetap tumbuh meskipun tidak pesat. Tetapi, ia melihat belum ada pemerataan. Hal itu tak sebanding dengan berbagai kerusakan dan korupsi.
 
"Saya kira harus diperhatikan itu. Kalau kualitas itu tidak memenuhi kriteria seperti itu, saya kira sulit ya. Ya, sudah secara kuantitas rendah, secara kualitas juga rendah. Ini masalah," katanya.
 
Jadi, ia menekankan pada tindakan anti-korupsi itu yang harus lebih progresif, tidak lagi defensif. Hal itu, menurutnya, bisa dilakukan dengan mengaktifkan kembali Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN) agar Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) dapat ditindaklanjuti dengan pemeriksaan lebih lanjut.
 
"Sebenarnya ingin mengusulkan agar KPKPN itu dihidupkan lagi, LHKPN dihidupkan seperti KPK bisa secara aktif inisiatif menggeledah atau memeriksa kekayaan pejabat yang diduga tidak sesuai dengan penghasilan atau tidak sah dan hasilnya bisa dilaporkan kepada penegak hukum," jelasnya.
 
Selama ini, terangnya, ada KPN di KPK sifatnya hanya pasif, hanya memerintahkan orang untuk laporan. Namun setelah laporan tidak ada apa-apanya, tidak ada tindakan.
 
"Kalau ada ekonomi yang mungkin tidak sah tidak ada tindakan. Jadi harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan kalau ada kecurigaan harta yang tidak sah juga misalnya melalui lembaga keuangan," pungkasnya.
 
Pewarta: Syakir NF
Editor: Muhammad Faizin