Nasional

Gus Baha Ceritakan Sosok KH Sahal Mahfudh: Ulama yang Inginkan Hidup Masyarakat Diiringi Fiqih

Senin, 23 September 2024 | 10:00 WIB

Gus Baha Ceritakan Sosok KH Sahal Mahfudh: Ulama yang Inginkan Hidup Masyarakat Diiringi Fiqih

KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) dalam sebuah kesempatan mengisi pengajian di Pesantren Al-Munawwir Krapyak. (Foto: dok. Al-Munawwir)

Rembang, NU Online

Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Lembaga Pembinaan, Pendidikan, dan Pengembangan Ilmu Al-Qur'an (LP3iA) KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) mengatakan bahwa KH MA Sahal Mahfudh adalah sosok yang menginginkan kehidupan masyarakat diiringi fiqih dan ushul fiqih.


Hal tersebut disampaikan Gus Bahwa saat haul KH MA Sahal Mahfudh dan muassis Pesantren Maslakul Huda, Pati, Jawa Tengah seperti dikutip dari akun Youtube Maslakul Huda, Ahad (22/09/2024). 


"KH MA Sahal Mahfudh ingin masyarakat dikawal fiqih dan ushul fiqih, saya itu lama diskusi fikih sama beliau. Awalnya bukan diskusi, kulo dites. Kalau pintar beliau tidak kagum, tapi kalau bodoh nanti beliau marah. Saya menangi KH Sahal," jelas Rais Syuriyah PBNU itu.


Gus Baha menambahkan, sosok Kiai Sahal yang merupakan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 1999-2014 memiliki perhatian khusus sejak lama pada ilmu ushul fiqih dan fiqih.


Kiai Sahal memiliki kitab ushul fiqih bernama Thariqathul Hushul ‘ala Ghayatil Wushul. Kitab tersebut ia tulis dalam bahasa Arab dan menguraikan kitab Ghayatul Wushul karya Syekh Abu Zakaria Al-Anshari.


"Kiai Sahal, di ushul fiqih sanadnya sampai Sayyid Abu Bakar Syatho. KH Sahal ngaji ushul fiqih lama ke Kiai Zubair, Kiai Zubair ngaji ke KH Faqih Maskumambang dan KH Faqih ngaji ke KH Mahfud Termas lalu ngajinya ke Sayyid Muhammad Abu Bakar Syatho," katanya. 


Gus Baha mengatakan, dia memiliki hubungan khusus dengan Kiai Sahal, karena selain masih keluarga, Kiai Sahal juga sering muthola'ah di kediaman keluarga Gus Baha. 


Tidak hanya itu, Gus Baha juga pernah mengajar ushul fiqih di Pesantren Maslakul Huda. Sehingga memiliki interaksi langsung dengan KH Sahal Mahfudh dan memahami pola pikirnya. 


"Saya lama ngajar di Pondok Maslakul Huda, ngajar thoriqoh ushul fikih. Saya dekat dengan Mbah Sahal, karena sering belajar di rumah Mbah saya," imbuh tokoh asal Rembang ini. 


Gus Baha menjelaskan, ia sepakat dengan KH Sahal tentang pentingnya ushul fiqih. Berkahnya ushul fiqih, maka ditemukan bahwa fi'lul nabi mengandung wajib, jawaz. Seperti nabi buka puasa pakai kurma, tetapi dengan ushul fiqih diketahui, yang penting makanan manis-manis. Tanpa ushul fikih, dikhawatirkan bahwa makan kurma saat buka puasa dianggap syarat sah puasa. 


Di zaman dulu, sahabat Jabir pernah melihat para tabi'in salat dengan baju yang lengkap. Lalu ia mencopot bajunya dan digantung. Tabi'in bertanya, kenapa begitu?  Karena nabi pernah bersabda kepada Jabir tentang memakai pakaian dalam salat dan boleh tidak menutup bagian atas. 


Dari kasus ini, kata Gus Baha, diketahui salah satu syarat pakaian bagi laki-laki ketika salat yaitu menutup aurat di antara pusar dan lutut. Hal ini jadi alasan ulama Nahdlatul Ulama (NU) tidak memiliki seragam khusus ketika shalat. Karena terpenting menutup aurat, tidak harus memakai baju khusus. 


"Jika tidak ada gerakan ini, maka nanti dianggap syarat sah salat itu harus pakai jubah, kopiah/imamah, tertutup semua," ungkapnya. 


Begitu juga dengan salat tarawih, tambah Gus Baha, karena takut dianggap fardhu. Maka nabi tidak salat setiap hari bersama sahabat. Meskipun sahabat menunggu. 


Nabi Muhammad juga pernah thawaf pakai kendaraan, nabi tidak thawaf dengan jalan terus. Karena khawatir nanti dianggap syarat sah thawaf adalah jalan kaki. 


"Di sini lah pentingnya ahli-ahli ushul fikih yang bisa menganalisis perbuatan nabi itu menunjukkan wajib, sunah atau sekedar boleh. Ini wilayah yang ditekuni KH Sahal Mahfudh," tutupnya.