Nasional

Gus Rifqil Jelaskan Hak dan Kewajiban Suami-Istri, dari Mencuci hingga Memasak

Selasa, 17 Januari 2023 | 11:30 WIB

Gus Rifqil Jelaskan Hak dan Kewajiban Suami-Istri, dari Mencuci hingga Memasak

Pengasuh Pesantren Manba’ul Hikmah Kaliwungu Kendal, Gus Rifqil Muslim Suyuthi, dan

Jakarta, NU Online
Sudah menjadi kebiasaan di lingkungan kita bahwa ketika menjadi istri maka secara otomatis memiliki tugas untuk mengurus suami termasuk memasak untuk keluarga. Meskipun pekerjaan tersebut tidak mudah, namun seolah sudah menjadi tradisi turun-temurun yang tidak dapat ditolak.


Pengasuh Pesantren Manba’ul Hikmah Kaliwungu Kendal, Gus Rifqil Muslim Suyuthi, mengungkapkan bahwa memasak sebenarnya bukan kewajiban istri. Akan tetapi, justru suami yang berkewajiban melakukannya.


Bahkan, lebih dari itu menyuci baju dan menyusui anak juga sebenarnya dibebankan kepada suami. Jadi, suami membayar ujrah (imbalan) dari susu yang dikeluarkan oleh istrinya. Ketiga hal ini adalah kewajiban nafkah yang dibebankan kepada suami.


“Ketika istri tidak bisa memasak, maka tugas suami adalah yang memasak atau mencarikan tukang masak. Di Indonesia kebanyakan seorang istri ditugasi memasak, mencuci baju, menyusui anak,” tuturnya dalam tayangan YouTube NU Online berjudul Catat! Memasak Bukan Tugas Wajib Istri, Senin (16/1/2023).


Ia menjelaskan, Syekh Nawawi Banten memang mengungkapkan ada pahala tersendiri ketika seorang istri mau menyucikan baju suaminya. Pahala luar biasa juga untuk istri ketika mau memasakkan makanan untuk keluarga, yaitu suami dan anak-anaknya. Juga ketika seorang istri mau menyusui anaknya tanpa ujrah.


“Akan tetapi, kewajiban ini sebenarnya mutlak untuk laki-laki terkait sandang, pangan, dan papan. Jadi, kalau ada seorang istri yang bekerja dan sibuk tidak bisa memasak maka seorang suami dapat mencarikan tukang masak dan membayar dengan uangnya,” tandas Gus Rifqil.
 

Ia melanjutkan, soal bekerja sebenarnya yang diwajibkan adalah suami. Namun, dalam beberapa kasus justru yang bekerja adalah istrinya, atau kedua-duanya sama-sama bekerja. Hal ini tidak menjadi masalah. Terpenting bisa saling memaklumi dan mengompromikannya.


Dalam sebuah artikel yang telah dirilis NU Online berjudul Hak Nafkah Istri dalam Pernikahan menyebutkan bahwa berdasarkan nash Al-Qur’an dan hadits hak nafkah untuk istri dari suaminya adalah tempat tinggal, makanan, dan pakaian.


Namun, di samping makanan, pakaian, dan tempat tinggal, Syekh Az-Zuhayli menambahkan lauk-pauk, alat kecantikan, peralatan rumah tanggal, termasuk asisten rumah tangga.


Kemudian, di antara beberapa pihak yang wajib dinafkahi seorang laki-laki, istri mendudukkan posisi pertama setelah dirinya dan nafkahnya yang terlewatkan tidak gugur begitu saja.


Syekh Musthafa Al-Khin menyebutkan:
 

 يقدم بعد نفسه: زوجته، لأن نفقتها آكد، فإنها لا تسقط بمضي الزمان، بخلاف نفقة الأصول والفروع، فإنها تسقط بمضي الوقت 

 

Artinya: “Setelah dirinya, suami harus mendahulukan istrinya. Menafkahinya lebih ditekankan karena nafkahnya tidak gugur seiring dengan berlalunya waktu. Berbeda halnya dengan nafkah untuk orang tua atau anak. Nafkah mereka gugur seiring dengan berlalunya waktu.


Setelah diri dan istrinya, posisi orang yang harus dinafkahi seorang laki-laki adalah anaknya, kemudian ibunya yang tidak mampu, kemudian ayahnya yang tidak mampu, kemudian anak dewasanya yang tidak mampu, kemudian kakeknya yang tidak mampu. (Lihat Al-Fiqhul Manhaji ala Mazhabil Imamis Syafi‘i,  jilid IV, halaman 178).


Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori

 

*) Judul berita ini telah diedit pada Selasa, 17 Januari 2023 pukul 12.05 WIB